JAKARTASATU.COM– Kesepakatan antara Presiden Trump dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada 28 Januari 2020 di Gedung Putih yang disebut Trump sebagai “Deal of The Century” menurut politisi PKS, Sukamta merupakan arogansi sikap Amerika Serikat yang mesti ditolak masyarakat dunia.

Sukamta, anggota Komisi I DPR RI, menyatakan gagasan ‘Deal of The Century’ sudah muncul di Tahun 2017 dengan deklarasi Trump menjadikan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Saat itu dalam Sidang Umum PBB secara mayoritas 128 negara menolak deklarasi Trump tersebut, hanya Amerika Serikat dan delapan negara yang mendukung sementara sisanya 35 negara menyatakan abstain.

“Kesepakatan ‘Deal of The Century’ yang di dalamnya masih mencantumkan Yerusalem sebagai ibukota Israel menujukkan Trump mengabaikan pendapat mayoritas negara di dunia, ini jelas sikap arogan yang bisa membahayakan proses perdamaian dan juga konsep solusi dua negara,” kata Sukamta, Kamis (6/2) di Jakarta.

Menurut Sukamta yang juga Ketua DPP PKS Bidang Pembinaan dan Pengembangan Luar Negeri ini, kesepakatan AS-Israel yang tidak dihadiri pihak Palestina menunjukkan sejak awal ada itikad yang tidak baik, dan ini terbukti dengan wilayah Palestina yang tergambar dalam kesepakatan tersebut semakin mengecil. Dalam hal ini AS dan Israel mengesampingkan resolusi DK PBB no. 242 yang menuntut Israel menarik pasukannya dari seluruh wilayah yang diduduki dalam Perang Enam Hari tahun 1967 serta 9 resolusi terkait Yerusalem.

“Ada banyak resolusi yang dilanggar dan ini sudah berulang kali dilakukan, menunjukkan PBB tidak berdaya hadapi arogansi AS, ini tentu sangat kita sesalkan,” jelas Sukamta.

Sukamta berharap dunia internasional perlu memberikan tekanan lebih kuat kepada AS-Israel untuk menghentikan kesepakatan ini. Pemerintah RI perlu membawa isu ini dalam rapat DK PBB dan secara proaktif mendorong OKI untuk menyelenggarakan sidang istimewa untuk menyatukan sikap menolak ‘Deal of The Century’.

Banyak negara yang muak dengan arogansi AS-Israel dalam soal Palestina, ini bisa jadi momentum untuk mendorong dunia internasional melalui Sidang Umum PBB menaikkan status Palestina sebagai anggota penuh PBB. Hal ini penting agar posisi Palestina semakin kuat dalam diplomasi internasional.

“Saya juga berharap Komisi I DPR RI mengagendakan rapat dengan Menteri Luar Negeri terkait hal ini serta bombardir Israel terhadap Palestina beberapa hari ini, sekaligus membahas update persoalan negeri-negeri lain Rohingya di Myanmar, pemerintahan India yang agresif terhadap warga Muslim, kasus yang menimpa warga Uyghur di Xinjiang, konflik Kashmir, dan seterusnya. Semoga bangsa Indonesia sebagai negeri dengan jumlah warga Muslim terbesar tetap konsisten peduli dan mendukung perjuangan penegakan hak asasi manusia khususnya di negeri-negeri tadi,” harap Anggota DPR RI asal Yogyakarta ini. RI-JAKSAT