Kabinet Indonesia Maju Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf/IST

JAKARTASATU.COM – Saat Rancangan Undang-Undang (RUU Omnibus Law) Cipta Kerja yang tengah dibahas pemerintah bersama DPR RI banyak dipertanyakan bahkan didemo oleh masyarakat, tiba-tiba Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengaku ada salah ketik dalam draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja tersebut.

Namun tidak main-main, salah ketik tersebut terdapat dalam draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang menyatakan Presiden berwenang mengubah Undang-Undang melalui Peraturan Pemerintah (PP).

Tentu saja alasan salah ketik tersebut jadi bahan tertawaan sejumlah pakar, pengamat bahkan masyarakat. Pasalnya konten yang dibilang salah ketik itu adalah konten untuk permasalahan yang prioritas.

Lucunya lagi, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD terkesan menggampangkan dan menyatakan bahwa permasalahan salah ketik pada draft Omnibus Law RUU Cipta Kerja cuma satu pasal saja. “Ndak ada banyak. Cuman satu,” ujarnya di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta.

Tentu saja pernyataan kedua menteri kabinet Jokowi tersebut jadi pertanyaan dan tertawaan. Kalau salah ketik atau yang biasa diistilahkan typo itu biasanya cuma satu kata dua kata, atau salah ejaan semata. Namun salah ketik Omnibus Law ini terjadi di satu pasal yang notabene bunyinya tidak pendek. Apalagi pasal ini termasuk sebagai pasal yang sangat penting.

Salah ketik tersebut terjadi pada Pasal 170 yang menyebutkan bahwa Peraturan Pemerintah bisa mengubah ketetapan undang-undang (UU).

Pasal 170 ayat 1 dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja berbunyi dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), berdasarkan Undang-Undang ini Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau mengubah ketentuan dalam Undang-Undang yang tidak diubah dalam Undang-Undang ini”.

Kemudian, ayat (2) berbunyi perubahan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

Belum reda keramaian karena kasus salah ketik Omnibus Law tersebut tiba-tiba Menteri PAN-RB Tjahjo Kumolo membuat kelucuan yang lain.

Kisahnya, ketika Tjahjo Kumolo mengaku telah melakukan pembicaraan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani perihal dana pensiun bagi PNS alias ASN [Aparatur Sipi Negara]. Pada pertemuan itu dirinya mengusulkan agar PNS ini mendapatkan dana pensiun sebesar Rp 1 miliar.

“Kemarin kami sudah berkomunikasi dengan Ibu Menteri Keuangan soal bagaimana meningkatkan pensiun pegawai. Kita kemarin juga sudah mengundang BTN. BTN clear bisa menggaji dan kami juga sudah meminta begitu ASN pensiun minimal dapat Rp 1 miliar. Bisa dihitung dengan baik,” kata Tjahjo di Hotel Bidakara Jakarta, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Senin (17/2/2020).

Sontak lagi-lagi pernyataan Tjahjo tersebut membuat heboh. Banyak kalangan pengamat, politisi dan masyarakat yang mempertanyakan usulan tersebut. Rata-rata mereka mempertanyakan,”uangnya dari mana?” Apalagi kondisi perekonomian Indonesia saat ini sedang tiarap kalau tak boleh dibilang jeblok.

Kalangan PNS pun bersorak gembira. Namun serasa mimpi diangkat setinggi langit, mendadak harus terbangun karena jatuh dari tempat tidur, kira-kira begitulah yang dirasakan jajaran pegawai negeri sipil kali ini. Usai memiliki harapan besar terhadap apa yang diberitakan media ternyata harapan itu harus pupus sebelum trubus.

Menteri Tjahjo Kumolo kemudian mengklarifikasi pemberitaan yang telah tersebar luas di khalayak umum. Melalui keterangan resminya, Tjahjo menyebut berita yang dimuat di sejumlah media elektronik tersebut menurut Tjahjo tidak lengkap. Tjahjo mengaku tak pernah mengusulkan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terkait hal tersebut.

“Salah kutip,” kata Tjahjo melalui keterangan resmi Selasa (18/2/2020). Menurut Tjahjo, kronologinya salah kutip tersebut berawal ketika ia berdiskusi mengenai pengelolaan dana Tabungan ASN dengan Ketua Umum Pegawai Republik Indonesia dan PT Taspen (Persero).

Lalu darimana info dana pensiun Rp 1 M tersebut muncul? Sementara menurut Tjahjo dirinya bukan membicarakan usulan tentang ASN dapat dana pensiun 1 miliar, melainkan membicarakan pengelolaan iuran bulanan ASN yang dikelola PT Taspen sejak awal menjadi ASN hingga akhir masa kerja.

Dalam diskusi tersebut, Tjahjo hanya berharap, iuran tabungan ASN itu dikelola dengan baik oleh PT Taspen, sehingga para abdi negara bisa mendapatkan hasil tabungannya di Taspen dengan jumlah siginifikan.

“Syukur bisa mencapai Rp 1 miliar,” kata Tjahjo yang menyontohkan tabungan pensiun yang diterima ASN hanya mencapai puluhan juta.

“Jadi pembicaraan diskusi dengan PT Taspen tidak dengan Menteri Keuangan sebagaimana diberitakan Media Online,” klarifikasi Tjahjo.

Tentunya hal ini dianggap lucu. Benarkah media-media yang salah kutip? Jika benar maka para media harus meminta maaf kepada kalangan PNS yang kecewa karena harapan besar mereka harus pupus sebelum trubus.

Yang jelas warga negara Indonesia harus bersyukur, bahwa di tengah kondisi perekonomian yang tidak bagus sekarang ini, kita masih bisa tertawa karena kelucuan-kelucuan yang disajikan oleh para menteri kabinet Jokowi-Ma’ruf sekarang ini. |WAW-JAKSAT