M Rizal Fadillah/FOTO OLAHAN JAKSAT

by M Rizal Fadillah

Lagi lagi penyelundupan ide ala RUU HIP yang bersemangat berpegang pada Pancasila 1 Juni 1945, maka pada RUU BPIP pun spirit tersebut masih membekas. Meski tak berani terang-terangan akan tetapi RUU yang dinilai “asal asalan” namun memliki “hidden agenda” ini juga nampaknya tak bisa melepaskan diri dari spirit rumusan Pancasila 1 Juni 1945.

Jika tujuan hanya untuk membuat payung hukum bagi Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) maka sebenarnya tidak harus ditetapkan dalam bentuk “Undang-Undang” cukup “Perpres” saja. Faktanya status BPIP hanya merupakan badan “pembantu” Presiden. Tidak lain dan tidak bukan. Terlalu tinggi untuk diatur dalam sebuah Undang-Undang.

RUU BPIP yang diajukan Pemerintah dalam Konsideran “Menimbang” menempatkan Pancasila 1 Juni 1945 tetap menjadi sandaran utama menuju ke pembinaan Pancasila. Bahkan ditempatkan “sangat luhur” yakni pada butir a. yang berbunyi :

“Bahwa Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara Republik Indonesia yang hari lahirnya telah ditetapkan 1 Juni 1945 harus diketahui asal usul oleh bangsa Indonesia dari waktu ke waktu dan dari generasi ke generasi sehingga kelestarian dan kelanggengan Pancasila senantiasa diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”

Sangat jelas ada nilai “lestari” dan “langgeng” serta “asal usul” Pancasila, yang tak lain Pancasila 1 Juni 1945 yang harus diamalkan. Inilah penyelundupan awal.

Lalu masih dalam “Menimbang” butir b yang memformulasi narasi perkembangan Pancasila hingga 22 Juni 1945 dan finalnya pada 18 Agustus 1945 berujung pada kalimat :

“..dan merupakan satu kesatuan proses lahirnya Pancasila sebagai dasar negara sebagaimana tersebut di dalam Keputusan Presiden No. 24 tahun 2016 tentang Lahirnya Pancasila”.

Kita telah mengetahui bahwa fokus dari Kepres di atas tak lain adalah Pancasila 1 Juni 1945 dengan rumusan Pancasila yaitu Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia), Internasionalisme (Perikemanusiaan), Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, serta Ketuhanan yang Berkebudayaan.

Sangat jelas bahwa landasan filosofis dan yuridis dari RUU BPIP tetap Pancasila 1 Juni 1945. Meskipun untuk pengertian Pancasila tidak dapat menghindarkan diri dari rumusan sebagaimana yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.

RUU BPIP disebut “asal asalan” karena singkat sekali hanya VII Bab dan 17 Pasal. Yang betul betul berkaitan dengan BPIP sendiri hanya Bab IV, Bab V dan Bab VI.
Bab VII Penutup dan Bab I Ketentuan Umum. Bab II Asas dan Tujuan. Sedangkan Bab III dapat disebut “out of position” tidak relevan dengan BPIP.

Mengingat bahwa RUU BPIP adalah “buntut” dari RUU HIP dan RUU HIP tersebut telah menggoncangkan bangsa dan negara dengan penyelundupan ide komunisme, maka sudah tepat dan layak jika masyarakat tetap keberatan akan keberadaan BPIP dan RUU BPIP nya. Oleh karena itu sangat beralasan pula jika seruan rakyat masih konsisten pada “Bubarkan BPIP” dan “Tolak RUU BPIP”.

Jika Pemerintah dan DPR masih juga memaksakan, maka patut disimpulkan bahwa “hidden agenda” memang terbukti dan sedang dijalankan. Rakyat berhak bersikap.

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan.

Bandung, 18 Juli 2020