KOMNAS HAM berhasil menggiring kasus pembunuhan 6 Anggota FPI adalah kasus HAM yang harus diadili pengadilan pidana biasa yang, mestinya ikut UU N0 26 ttg Pengadilan HAM.

Jika hanya diadili di pengadilan pidana, adalah sama dengan pengadilan pembunuhan biasa. Padahal kasusnya extra ordinary crime, yaitu pelanggaran ham (unlawful killimg dan extra judicial killing). Seharusnya diadili dgn UU No 26 ttg Pengadilan HAM.

Jika menggunakan UU No 26 itu, maka penyidik adalah komnas HAM sendiri. Penuntut tetap JPU. Tetapi majelisnya Adhoc, diambil dari pihak yang independen seperti pada persidangan Arbitrase (BANI). Polisi tak boleh ikut karena ia konflik kepentingan. Jika ke peradilan pidana, penyidik adalah Polri. Ke laut itu kasus. Saya lihat, keluarga korban bisa maju ke ICC di Denhaag.

Tapi belajar dari kasus penembakan pendemo di depan Bawaslu tgl 22 Des dua tahun lalu, sebaiknya diperhatikan agar tidak overlapping. Waktu itu, dalam rapat di Paloma, berkas pengajuan sudah rampung, lalu diserahkan kepada Dian Fatwa. Oleh Dian Fatwa diserahkan ke Natalius Pigai yang akan ke Tribunal. Tapi kemudian, penjelasan Dian, berkas itu diserahkan Natalius kepada Kapolri Tito Karnavian.

Ada satu catatan penting rekomendasi Komnas HAM terkait kematian Laskar FPI, yaitu serangan terlebih dahulu dilakukan oleh anggota FPI terhadap penegak hukum.

Tak ada di rekomendasi Komnas HAM, bahwa FPI yang duluan menyerang. Baca di mana? Baca yang penuh dan teliti. Baru ngomong. Itu rekom sebannyak 6 halaman. Halaman berapa, alinea berapa? Tak ada tuh. Mengada-ada.

Djoko Edy Abdurrahman