Tardjono Abu Muas, Pemerhati Masalah Sosial
Tardjono Abu Muas, Pemerhati Masalah Sosial

Oleh: Abu Muas T. (Pemerhati Masalah Sosial)

Layaklah kita beristighfar mengucapkan Astaghfirullah, jika ada sosok manusia yang telah berani dan lancang mengatakan, bahwa timbulnya bencana banjir diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi.

Pernyataan tersebut di atas, apakah bukan termasuk pernyataan yang telah menghujat dan mengecam Sang Maha Pencipta hujan itu sendiri, yakni Allah SWT? Betapa “naif dan dungu”nya seseorang jika sudah berani menuduh curah hujan yang tinggi menjadi sumber timbulnya bencana banjir.

Padahal telah secara jelas dan tegas bahwa Dia-lah yang menurunkan hujan sebagaimana dalam firman-Nya: “Dia-lah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia-lah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia hasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingam bagi Allah, padahal kamu mengetahui” (QS. Al Baqarah, 2:22)

Terkait dengan bencana banjir yang saat ini sedang melanda di berbagai wilayah negeri ini, bagi seorang yang mengaku mukmin tentu harus memiliki keyakinan bahwa Allah SWT mustahil berbuat dzalim kepada hamba-Nya. Sebagaimana dalam firman-Nya: “Dan Kami tidak mendzalimi mereka, tetapi merekalah yang mendzalimi diri mereka sendiri, karena itu tidak bermanfaat sedikit pun bagi mereka sesembahan yang mereka sembah selain Allah, ketika siksaan Tuhanmu datang. Sesembahan itu hanya menambah kebinasaan bagi mereka” (QS. Hud, 11:101).

Sangat mungkin apa yang disebutkan pada ayat di atas benar-benar telah terjadi. Dimana telah terjadi disorientasi penyembahan manusia, yakni penyembahan manusia kepada selain Allah. Yang mereka sembah hawa nafsunya yang sudah dijadikan tuhannya.

Hakikatnya hujan merupakan rahmat-Nya dari sekian banyak rahmat Allah yang tak terhingga jumlahnya. Jika hujan sebagai rahmat-Nya, lalu kita tidak mensyukurinya malah yang ada hanya menghujatnya, maka sangatlah mungkin yang semula harusnya bersyukur malah berganti menjadi kufur. Yang semula rahmat akan berganti menjadi laknat. Na’udzubillah min dzalik.***