Tardjono Abu Muas, Pemerhati Masalah Sosial
Tardjono Abu Muas, Pemerhati Masalah Sosial

Oleh: Abu Muas T. (Pemerhati Masalah Sosial)

Disepakati atau tidak, rasa-rasanya layak negeri ini dijuluki negeri “Tiada Hari Tanpa Kegaduhan”. Dirasakan atau tidak, negeri ini seolah-olah sangat bersahabat dengan yang namanya kegaduhan. Terasa sekali saling susul-menyusul kegaduhan yang satu belum reda, sudah disusul kegaduhan yang lain.

Tak dapat dipungkiri, update terkini muncul kegaduhan baru soal minuman keras (Miras). Pascaterbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal (BUPM) yang tak terkecuali di antaranya meliputi bidang usaha industri miras, tak urung menimbulkan kegaduhan baru walaupun implementasinya terbatas pada beberapa provinsi.

Terlepas Perpres tersebut terbatas hanya dapat dilakukan di empat provinsi yakni Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara (Sulut) dan Papua, namun tetap saja muncul kegaduhan baru bahkan sudah mendapat reaksi keras penolakan dari MUI, NU, Muhammadiyah dan sejumlah lembaga dan elemen masyarakat, serta orang nomor satu di Papua pun disinyalir dengan tegas menolak.

Usai timbul banyaknya penolakan, maka layaklah jika timbul beberapa pertanyaan, akankah Perpres yang satu ini dicabut? Ataukah akan terus berlanjut dengan aksi tutup mata dan telinga dari suara-suara penolakan? Jika perpres tersebut tetap dilanjutkan, layakkah jika investasi industri miras kali ini disebut dengan investasi “Miras, Di Tengah Kebutaan dan Kebisutulian?”

Apakah “kebutaan dan kebisutuliannya” sudah sampai tergolong seperti yang disebutkan dalam Al Qur’an, sebagaimana firman-Nya: “Sesungguhnya makhluk bergerak yang bernyawa yang paling buruk dalam pandangan Allah ialah mereka yang tuli dan bisu (tidak mendengar dan memahami kebenaran) yaitu orang-orang yang tidak mengerti”(QS. Al Anfal:22).

Apabila tetap bersikukuh, layakkah jika mereka disebut kelompok yang tidak memberi celah masuknya informasi atau pun argumentasi dari para penyampai kebenaran sehingga mereka disebut tak lagi berakal. Sehingga Allah SWT menyebutnya: “Mereka tuli, bisu dan buta, sehingga mereka tidak dapat kembali” (QS. Al Baqarah:18).

Dalam ayat lain Allah SWT berfirman: “Dan perumpamaan bagi (penyeru) orang yang kafir adalah seperti (penggembala) yang meneriaki (binatang) yang tidak mendengar selain panggilan dan teriakan. (Mereka) tuli, bisu dan buta, maka mereka tidak mengerti.” (QS.Al-Baqarah:171)

Wallahu a’lam bish-shawab