JAKARTASATU.COM – Meskipun bangsa Indonesia menerapkan sistem presidensial dalam kehidupan politik dan berbangsa, namun dalam tataran praktik sistem presidensial tidak dominan, bahkan cenderung direduksi oleh sistem parlementer. Peran parlemen kian menguat dan kental tatkala setiap kebijakan yang akan diterapkan oleh presiden harus mendapat persetujuan dari wakil rakyat.
Menanggapi hal tersebut, analis politik Soegeng Soeryadi Syindicate (SSS) Toto Sugiarto mengatakan ada dua hal yang bisa dilakukan untuk mengukuhkan sekaligusn memperkuat sistem parlementer. Langkah pertama yang harus ditempuh adalah pelaksanaan pemilu legislatif (pileg) dan pemilu presiden (pilpres) secara bersamaan pada pemilu tahun 2019 mendatang.
Dengan dilaksanakan secara berbarengan artinya presiden terpilih murni didukung olek kekuatan rakyat dan tidak berhutang dengan partai politik. Setiap kebijakan yang ditetapkan oleh kepala pemerintahan adalah murni untuk kepentingan rakyat dan sama sekali tidak bergantung pada kekuatan partai politik.
“Dan kita amat bersyukur bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memutuskan pelaksanaan pileg dan pilpres pada tahun 2019. Dan itu artinya sistem presidensial kedepan bakal kuat. Dan kita tidak akan melihat lagi kasak-kusuk dan lobi politik yang dilakukan elit politik jelang pemilu presiden,” kata Toto dalam sebuah diskusi publik di kantor Bawaslu, Jakarta, Jumat (9/5).
Lebih lanjut anggota Kelompok Kerja Gerakan Sejuta Relawan Pemantau Pemilku (Pokja GSRPP) menambahkan, cara kedua yang dilakukan untuk memperkuat sistem presidensial adalah dengan menyederhanakan partai politik. Penyederhanaan partai politik bisa dilakukan dengan meningkatkan ambang batas (parlementary threshold) partai politik.
Pada pemilu tahun 2009 lalu ambang batas partai politik untuk bisa masuk parlemen sebesar 2,5 % perolehan suara nasional. Kemudian pada pemilu tahun 2014, ambang batas dinaikkan menjadi 3, 5 %. Dan kedepan pada pemilu tahun 2019, Toto amat berharap ambang batas dapat dinaikkan menjadi 5 %, dengan demikian jumlah partai politik sederhana dan tidak terlalu banyak.
“Kalau saran saya, penyederhanaan partai di desain saja agar lebih cepat. Dan kalau terjadi secara alami, maka proses tersebut amat lama dan bisa sampai ratusan tahun, sama seperti di Amerika Serikat. Karena itu penyederhanaan partai harus segera dilakukan,” tutup Toto. Marcopolo.