JAKARTASATU — Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, dituntut 15 tahun penjara terkait kasus korupsi Hambalang dan pencucian uang. Anas didenda Rp 500 juta subsidair 5 bulan kurungan dan diminta membayar uang pengganti sebesar Rp 94,180 miliar dan US$ 5,261 juta.
Uang pengganti tersebut sama nilainya dengan dugaan penerimaan Anas atas fee proyek pemerintah yang dibiayai APBN yang dikerjakan Permai Group.
Bukan hanya itu, jaksa penuntut umum juga meminta kepada majelis hakim untuk mencabut hak politik Anas. “Menjatuhkan hukuman tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik,” ujar jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi Yudi Kristiana membacakan tuntutannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (11/9).
Bahkan, jaksa juga meminta majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan lainnya, yakni pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) atas nama PT Arina Kota Jaya seluas kurang 5 ribu-10 ribu hektare, yang berada di dua kecamatan: Kecamatan Bengalon dan Kecamatan Kongbeng, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Menanggapi tuntutan tersebut, Anas mengatakan tuntutan jaksa tidak mempertimbangkan obyektivitas dan keadilan. “Tuntutan jaksa ini sangat lengkap, kecuali obyektivitas, keadilan, dan fakta persidangan yang berimbang,” kata Anas. Untuk itu, ia menyatakan akan mengajukan nota pembelaan pribadi. Pihak pengacara juga akan menyampaikan pledoi. Pembelaannya akan dibacakan pada sidang pekan depan, yang rencananya akan dilaksanakan pada 18 September.
“Penting bagi kami untuk menyampaikan pembelaan, baik itu pembelaan pribadi maupun dari pihak kuasa hukum, agar tidak ada pemaksaan atau kekerasan di dalam hukum,” tutur Ketua Presidium Perhimpunan Pergerakan Indonesia itu. Nota pembelaannya nanti, tambahnya, akan berdasarkan fakta-fakta persidangan, tidak seperti tuntutan yang dilakukan jaksa penuntut umum.
Anas juga menyatakan tuntutan jaksa tersebut adalah tuntutan kebencian dan marah, bukan tuntutan keadilan.
Terkait pesan BBM yang diungkapkan jaksa di persidangan, Anas mengatakan bahwa itu adalah pesan yg masuk, bukan pesan yang ia kirim ke luar. “Ini hampir mirip dengan kasus SMS Antasari Azhar,” katanya.(JKTS/ASN)