10646867_294287547427803_2553496396459959488_nJAKARTSATU — Keputusan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Moeldoko yang mengangkat  konglomerat dari Grup Mayapada, Dato Sri Tahir, sebagai Penasihat Panglima TNI bidang Ekonomi dan Kesejahteraan Prajurit terus menuai kritik, termasuk di media-media sosial. Bahkan, di Twitter sudah ada yang menggagas gerakan “Koin untuk Panglima TNI” sebagai upaya menyelamatkan TNI dari pengaruh kepentingan pengusaha.

Situs VOA Indonesia pun pada Ahad ini (21/9) memberitakan kritik tajam dari Wakil Ketua Komisi Pertahanan DPR Tb Hasanuddin terkait langkah Panglima TNI yang ia anggap sangat aneh itu. Juga dimuat kritik yang tak kalah pedasnya dari pengamat militer Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jaleswari Pramodhawardani, dan dari Universitas Pertahanan Salim Said.

Tb Hasanuddin mengatakan, pengangkatan Tahir tersebut sangat aneh dan seharusnya tidak perlu terjadi mengingat TNI merupakan organisasi khusus yang dibentuk untuk melakukan tugas-tugas tempur. Menurut dia, kesejahteraan TNI adalah tanggung jawab negara dan anggarannya pun diatur melalui anggaran negara. Jika seseorang atau sekelompok orang, kata Hasanuddin, ada yang ingin memberikan hibah kepada TNI untuk kesejahteraan prajurit, tidak bisa diberikan secara langsung kepada  TNI.

Hasanuddin mengungkapkan, selama ini memang banyak pengusaha yang melakukan hal yang sama dengan Dato Sri Tahir, tapi baru kali ini ada seorang pengusaha ditunjuk jadi penasihat. “Jika ada seseorang/sekelompok memberikan sesuatu apakah berupa barang kepada TNI untuk kesejahteraan, menurut undang-undang, seharusnya itu diberikan dulu kepada pemerintah berupa hibah yang diwakili oleh presiden atau setidaknya Menteri Pertahanan. Kemudian, Menteri  Pertahanan harus meminta izin kepada DPR. Itu aturannya, apakah DPR mengizinkan atau tidak, baru melaksanakan,” katanya.

Senada dengan itu, Jaleswari mengatakan penunjukan Tahir sebagai Penasihat Panglima TNI bertentangan dengan Undang-Undang Pertahanan, yang menyebutkan satu-satunya sumber anggaran TNI adalah APBN. Dia juga mengkhawatirkan pemberian rumah untuk prajurit yang diberikan Tahir akan membuat  ketergantungan TNI kepada pengusaha.

Sementara itu, pengamat militer dari Universitas Pertahanan Salim Said menyatakan jangan sampai  pengangkatan pengusaha Dato Sri Tahir secara langsung dan tidak langsung membawa TNI kembali kepada bisnis. “Jangan sampai keadaan seperti ini baik secara langsung atau tidak langsung membawa kembali TNI kepada bisnis. Sejak ada berita ini, berbagai pihak mempertanyakan, apakah orang ini adalah Sinterklas, mau bagi-bagi rumah kepada TNI. Dia dapat apa?” ujarnya.

Seperti diberitakan VOA Indonesia juga, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Fuad Basya menyatakan tugas dan tanggung jawab Panglima TNI adalah memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan prajurit dan itu belum maksimal  tercapai. Dia juga membantah posisi Dato Tahir sebagai Penasihat Panglima TNI tidak ada kaitannya dengan bisnis TNI. “Yakinlah bahwa ini tidak ada kaitannya bisnis TNI sama sekali dan ini bisa diukur dan bisa dicek. Dan beliau sendiri menyampaikan, apa yang dia berikan merupakan wujud dari kepedulian anak bangsa yang sudah merasa sukses dan berhasil serta punya dana yang cukup untuk membantu TNI,” katanya.

Pengangkatan konglomerat dari Grup Mayapada, yang merupakan ipar dari konglomerat Grup Lippo James Ryadi, itu juga dipertanyakan anggota Komisi I DPR RI, Susaningtyas NH Kertopati. “Sebaiknya Panglima TNI memberi penjelasan alasan dari penunjukan itu secara komprehensif,” ujar perempuan yang akrab disapa Nuning Kertopati itu, Jumat (19/9).

Menurut dia, TNI melakukan kerja sama atau meminta nasihat dari siapa saja merupakan hal yang baik, asalkan berefek positif untuk pembangunan postur TNI. Namun, Nuning juga mempertanyakan mengapa pengangkatan Dato Tahir ditunjuk secara formal. “Mengapa Dato Tahir harus ditunjuk secara formal demikian? Kalau soal kontribusi kepada TNI, saya melihat banyak juga pengusaha lain turut lakukan yang sama,” tuturnya.

Panglima TNI Jenderal Moeldoko sendiri usai memberi kuliah umum di Universitas Sebelas Maret, Solo, Jawa Tengah, Jumat (19/9), seperti dikutip banyak media, mengatakan akan mempertanggungjawabkan keputusannya itu.

“Saya berani mengambil sikap dan tanggung jawab pribadi selaku Panglima TNI untuk melakukan itu. Demi prajurit saya, sejahtera. Kalau ada yang mempersalahkannya, ya, bagian dari risiko. Saya siap mempertaruhkannya,” ujar Moeldoko.

Moeldoko menegaskan, penunjukan Penasihat Bidang Kesejahteraan Prajurit TNI bukan semata-mata bekerja untuk dirinya. Namun, penasihat itu membantu Panglima TNI mengatasi ketimpangan kesejahtehteraan para prajurit.

Menurut pengamat politik dari Universitas Indonesia, Muhamad Budyatna, Moeldoko harus bisa menjelaskan di balik sumbangan itu apa yang harus diberikan TNI kepada Dato. “Tidak ada pengusaha yang memberikan sumbangan secara gratis, terlebih nilainya sangat besar. Karena, untuk membangun seribu unit rumah untuk tahap awal dan lima ratus rumah di 34 provinsi tentunya bukanlah hal yang murah.Jangan sampai ini menimbulkan sentimen negatif pada masyarakat,” kata Guru Besar Universitas Indonesia itu di Jakarta, Sabtu (20/9).

Terlebih sebelumnya, kata Budyatna, ramai diberitakan mengenai jam tangan mewah yang dimiliki Jenderal TNI Moeldoko seharga Rp 5 miliar. ”Meski hal itu telah dibantah dan mengatakan jam itu palsu, tetap saja menimbulkan pertanyaan. Sekarang pasti masyarakat bertanya-tanya, jika prajuritnya saja dapat rumah, panglimanya dapat apa? Ini negatif dan tidak baik untuk TNI,” ujarnya.

Lagi pula, bukankah membeli dan menggunakan barang palsu itu juga kejahatan? | DJE/ASN-JKST