Jakartasatu.com – Ketua Dewan Pembina Komunitas Migas Indonesia (KMI),Dr. Iwan Ratman kini disebut- sebut sebagai calon terkuat Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), hal ini dikarenakan Iwan memiliki program kerja yang berbeda dengan para calon lainnya.
Di samping itu Iwan dinilai memiliki track record panjang di dunia migas dan energi baik dalam dan luar negeri serta bekerja di perusahaan migas nasional maupun asing. Namun yang paling utama adalah gagasan dan ide-idenya dalam melahirkan Program Revolusi Energi Indonesia.
Ia memaparkan sejumlah strategi agar pemerintah dapat melaksanakan Revolusi Energi yang salah satunya adalah solusi tanpa menaikkan harga BBM bersubsidi.
“Yang jelas, kalau memang saya diberikan amanah oleh Bapak Presiden, saya akan melakukan tujuh program Revolusi Energi Indonesia agar bangsa ini terhindar dari krisis energi dan berdaulat di bidang energi,” katanya Saat dikonfirmasi wartawan di kawasan Gatot Soebroto, Jakarta Selatan, Selasa, (14/10).
Konsep ini sejalan dengan ajaran Trisakti Bung Karno untuk menciptakan Bangsa Indonesia yang berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan berkepribadian secara sosial budaya.
Iwan menjelaskan bahwa dalam tahun awal pemerintahan Jokowi-Jk disarankan untuk tidak menaikkan harga BBM bersubsidi karena itu tidak akan menyembuhkan penyakitnya malah lebih banyak dampaknya terhadap rakyat kecil.
Sebagai solusinya adalah melaksanakan dua program yang dikerjakan secara paralel yaitu program pengurangan konsumsi BBM dengan cara diversifikasi bahan bakar (baik BBG atau Listrik) sehingga konsumsi BBM akan turun serta program peningkatan pasokan BBM agar jurang antara kebutuhan dan pasokan BBM dalam negeri semakin tipis.
Iwan juga menjelaskan bahwa untuk program peningkatan pasokan BBM, selain membangun kilang pengolahan minyak yang baru, ia menyarankan untuk mengembangkan kilang Gas to Liquid (GTL) agar pemanfaatan sumber- sumber gas alam dapat maksimal.
“Kita ketahui bahwa cadangan gas alam kita saat masih cukup besar yaitu 98 TCF. Pemanfaatan teknologi GTL saat ini sudah semakin mature dari yang sebelumnya menggunakan Proses Fischer-Tropsch (di Qatar dan Bintulu Malaysia), sekarang sudah berkembang dengan menggunakan teknologi Homogenous Gas Oxidation Reactor (HGOR) tanpa katalis yang lebih murah investasinya, yield lebih tinggi, dan dapat dirancang dalam skala kecil maupun besar (saat ini banyak digunakan di Rusia),”terang Iwan.
Produk yang dihasilkan, kata Iwan, adalah bensin dengan angka oktan 95 serta solar dan dapat dijual dengan harga yang hampir sama dengan harga BBM bersubsidi saat ini yaitu sekitar Rp 6500/liter untuk besnin dan Rp. 5500/liter untuk solar.
Di akhir penjelasannya Iwan mengatakan bahwa pengembangan GTL ini dapat mengurangi atau bahkan meniadakan impor BBM yang sangat membebani keuangan Negara.
“Adanya program ini secara otomatis akan membasmi mafia migas sampai ke akar-akarnya, karena sudah tidak ada impor BBM, sehingga kita perlu ucapkan “Innalillahi” dan selamat tinggal kepada mereka,”tutupnya. (ZUL)