JAKARTA, inibangsaku.com –Budayawan Sangir Talaud, Max Lau Siso mengaku geram dengan ulah wakil rakyat yang selalu bertikai untuk kepentingan politik jangka pendek.
Meski kedua kubu Koalisi Merah-Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) sudah resmi berdamai, bukan berarti persoalan bangsa dan negara sudah tuntas. Sebab berdamainya kedua kubu politik bukan didasari untuk kepentingan menjaga keutuhan bangsa dan negara, melainkan didasari pada pembagian jatah kekuasaan semata.
“Sementara realitas politik di DPR telah mencampakan bangsa Indonesia menjadi terhina dan terhina, dan harus memasuki realitas politik yang sudah terpolarisasi yang dapat mengganggu keutuhan dan keberlangsungan bangsa dan negara,” ujar Max di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat, Selasa (11/11).
Max menegaskan sebagai seorang wakil rakyat, para legislator belum memahami betul tugas pokok dan fungsinya (tupoksi). Sesuai dengan amanat Undang-Undang salah satu tugas utama wakil rakyat adalah menjadi pengingat bagi pemerintah. Namun sebaliknya, para wakil rakyat yang mengaku terhormat malah bertikai demi kepentingan politik jangka pendek dan sama sekali tidak memikirkan rakyat sebagai konstituennya.
Bahkan, kata Max, dirinya akan menggalang kekuatan untuk menyampaikan permohonan kepada Mahkamah Agung untuk mempertegas bahwa Indonesia adalah negara hukum.
“Secara sadar akan tugas panggilan sejarah dan sadar kami berkewajiban secara konstitusional kita akan sampaikan MA, seterusnya langkah yang kami tempuh bukanlah sebuah langka pilihan, tapi adalah sebuah keharusan yang harus kami jalani meskipun kami harus melewarti jalan-jalan yang terjal,” terangnya.
Lebih lanjut dijelaskan, di depan mata sudah sangat jelas disimpulkan bahwa dengan DPR RI tidak bisa mengambil keputusan apapun dan langkah apapun, ini menjadi ancaman serius terhadap terselanggaranya hak-hak konstitusional rakyat Indonesia.
“Baik mendapatkan kepastian hukum, maupun penghidupan yang layak, serta hak hak lainya sebagaimana terurai dalam UUD. Ini menjadi preseden buruk yan dapat menempatkan negara dalam posisi darurat hukum,” jelasnya.
“Tentunya tindakan atas nama negara hanya dapat dilakukan melalui Peraturan Pengganti Undang Undang, ” demikian Max. (JKS/BM)