sumber foto : Istimewa

JAKARTASATU.com –  Analis ekonomi-politik dari Indonesia for Global and Justice (IGJ) Salamuddin Daeng mengatakan, tidak menutup kemungkinan keinginan kuat dari pemerintah agar PLN meminta pasokan listrik hingga sebesar 210 MW kepada Inalum, karena adanya kaitannya dengan bisnis Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) dan keluarganya.

“Potret kegagalan pasokan listrik di sumatera utara tidak lepas dari tanggung jawab JK, dan keterlibatan keluargannya dalam bisnis lisrik di sana. Seharusnya JK malu dengan semua permasalahan yang menimpa masyarakat Sumut sekarang,” kata Salamuddin di Jakarta, Jumat (21/11).

Pernyataan Salamuddin ini menanggapi bocoran surat yang ditandatangani Menteri BUMN Rini Soemarno  terkait “nasib” Inalum. Dalam surat yang berisi perihal pemanfaat energi listrik PT Inalum oleh PT PLN tersebut terdapat kebijakan agar Inalum memasok listriknya sebesar 210 MW ke PLN. Disebutkan pula bahwa kebijakan tersebut merupakan arahan dari Wapres JK.

Oleh karenanya, ia meminta pemerintah agar segera mencari solusi atas persoalan listrik tersebut. Pemerintah kata dia, tidak boleh cari jalan pintas dengan mengorbankan PT Inalum untuk mengatasinya.

“Masalah listrik Inalum dan PLN mestinya negara membangun inftastruktur dalam rangka mendorong industrialisasi termasuk industri pengelolaan alumunium, tapi yang terjadi kebalik perusahan industri dipaksa untuk menyediakan listrik untuk masyarakat,” tegasnya.

“Kenapa pemerintah seperti mau lepas tangan. Mestinya mencari solusi lain, jangan masalah listrik dilarikan ke Inalum, karena dia tidak ngurus listrik, tapi alumunium,” ungkapnya, mempertanyakan.

Lebih jauh, Salamuddin mengungkapkan tentang latar belakang JK yang merupakan sosok pengusaha.

“Wakil presiden Jusuf Kalla memang berlatar belakang saudagar, sama juga dengan presiden Jokowi. JK memiliki perusahaan yang bergerak di bidang energi yang bertebaran di seantero Indonesia. Demikian pula dalam bisnis listrik. Konon JK Inc.  juga memiliki perusahaan listrik di Sumatera Utara PLTA Asahan III,” katanya.

Bahkan ambisi JK ini kata dia, sudah terlihat ia menjadi Wapres pendamping SBY pada Periode 2004-2009.

“JK Inc., memang berambisi menguasai jaringan bisnis listrik. Sebagaimana yang terlihat sejak Dia menjabat sebagai wakil presiden di era SBY.”

Ke depan, ia berharap agar uang yang diperoleh pemerintah dari kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu tidak mengalir kepada perusahaan bisnis para penguasa dan pemimpin parpol, yang notabene rata rata memiliki perusahaan yang bergerak dalam sektor energi baik minyak, gas, infrastruktur energi, dan perusahaan listrik.

Ditepi lain Praktisi Energi dan Tambang  Indonesia, Agus Halimi Nasution menegaskan, JK tidak perlu bersikeras untuk mengusut persoalan listrik yang dimiliki PT. Inalum, sebab Inalum selama ini sudah berkontribusi terhadap Negara.

“Yang perlu JK pikirkan ke depan bangsa ini memiliki Alumunium sendiri, tidak lagi mengimpor dari luar. Apalagi Inalum sudah sepenuhnya milik Negara Indonesia, Jepang sudah lepas sejak kepemimpinan SBY,” ungkapnya.

Menurut Agus, sepanjang Inalum telah dinasionalisasi, itu sudah seharusnya JK sebagai RI-2 memelihara tambang-tambang yang ada di Indonesia. Bukan malah sebaliknya, hanya gara-gara ambisi pribadi semata.

“Harus dipisahkan, mana kepentingan negara dan kepentingan bisnis keluarga, tidak boleh dicampur aduk, apalagi sampai memanipulasi kepentingan rakyat itu sendiri,” tandasnya. (JKS/BM)