Patut Dicurigai Penahanan Dua Guru JIS?  

JAKARTA – Terkait kasus tindakan asusila terhadap siswa Jakarta International School (JIS) dengan terdakwa dua staf pendidik JIS, Ferdinant Tjiong dan Neil Bantleman, sempat dihembuskan ke telinga Presiden Jokowi.

Dimana kuasa hukum keduanya, Hotman Paris Hutapea, sempat melayangkan surat khusus yang ditujukan kepada Jokowi beberpa waktu lalu. Hotman juga mengungkapkan keanehan penetapan status dua kliennya itu.

JIS“Awalnya yang ditetapkan tersangka kasus pelecehan seksual terhadap MAK adalah 6 petugas cleaning service. Namun, setelah adanya penolakan pihak JIS atas permintaan ganti rugi sebesar US$ 13,5 juta oleh ibu korban pada akhir Mei 2014, tiba-tiba mereka membuat laporan susulan terhadap dua staf pendidik JIS. Diduga, itu memberikan tekanan kepada pihak JIS,” kata Hotman.

Hotman menambahkan bahwa penahanan terhadap dua kliennya oleh Polda Metro tidak ada alat bukti yang cukup. “Pelapor bahkan mengirim pesan kepada JIS bahwa mereka siap mencabut gugatan itu asal uang damai sebesar US$ 13,5 juta itu dikabulkan,” tulis Hotman dalam suratnya kepada Jokowi. Belakangan, uang damai itu meningkat menjadi US$ 125 Juta, sehingga Hotman menduga ada kaitan antara penetapan status tersangka dan upaya memuluskan ganti rugi yang sangat besar tersebut.

Ia juga mengungkap sejumlah kejanggalan penyidikan yang dilakukan polisi, antara lain tidak pernah ditunjukkan atau dipertanyakan dalam pemeriksaan soal barang bukti tindak pidananya. Penyidik juga menolak memberikan kopi berita acara pemeriksaan dan menolak untuk memeriksa sejumlah saksi penting, seperti dokter yang melakukan visum terhadap dua orang guru JIS dan korban. ”Penyidik juga menolak untuk memeriksa sejumlah saksi karyawan JIS yang duduk dekat dari tempat para kedua staf pendidik yang diduga melakukan tindakan pelecehan seksual terhadap muridnya,” jelas Hotman.
Hotman pun mendesak Kejakaan Agung untuk memeriksa saksi-saksi tersebut dan meminta polisi mengungkap barang bukti tindak pidana yang dilakukan dua staf pendidik tersebut.

Setelah sidang tertutup yang digelar 9 Desember lalu, Hotman Paris Hutapea juga mengatakan dakwaan terhadap Neil Bantleman dan Ferdinand Tjiong cacat hukum. Karena, para penyidik tidak memeriksa motif finansial keluarga korban di balik tuduhan. Hakim, tambah Hotman, juga harus menarik dakwaan terhadap tersangka karena hak para tersangka untuk memberikan alibi tidak dipenuhi, karena waktu kejadian tidak diperinci.
Dalam dakwaan terhadap Neil Bantleman disebutkan bahwa serangan terjadi dalam waktu yang tidak dapat ditentukan dengan tepat, antara bulan Januari 2013 hingga Maret 2014, atau setidaknya periode 2013 hingga 2014. “Jika waktunya belum diketahui secara pasti, kasus itu harus dibatalkan,” kata Hotman yang juga menjelaskan bahwa dalam kasus pidana, faktor waktu dan tempat kejadian memang menjadi hal yang paling utama.
Hotman menengarai, tudingan yang awalnya hanya berfokus kepada para petugas kebersihan mulai melebar karena keluarga korban pertama mengajukan tuntutan senilai US$ 125 juta.

Kedua terdakwa itu pun telah ditahan sejak pertengahan Juli lalu. Neil Bantleman dan Ferdinand Tjiong dituding melakukan penganiayaan seksual terhadap tiga siswa JIS. Namun, pegawai administrasi dan asisten guru itu menolak segala tuduhan.

Neil Bantleman mengirimkan surat permohonan kepada majelis hakim yang salah satu isinya menyebutkan bahwa tudingan terhadapnya “tidak berdasar dan tidak benar.” “Kurangnya bukti yang jelas, eksplisit, dan komprehensif yang diharuskan oleh hukum Indonesia hanya menunjukkan bahwa saya tidak bersalah,” tulis Neil Bantleman.

Ketika diperiksa oleh pihak kepolisian, Bantleman mengaku tidak pernah disinggung mengenai bukti yang memberatkan dirinya atau waktu terjadinya serangan. “Bagaimana saya dapat membela diri? Alasan bahwa dakwaan tidak disertai waktu yang spesifik atau bukti faktual yang menunjukkan bahwa saya adalah sang pelaku… menjelaskan bahwa saya tidak melakukan,” tulisnya lagi.***