JAKARTASATU.COM — Jumlah pengungsi bencana alam tanah longsor di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, semakin banyak. Demikian diungkapkan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa setelah meninjau tempat pengungsian dan korban longsor yang dirawat di Puskesmas Karangkobar, Banjarnegara, Ahad (14/12). Ia juga mengatakan, jumlah pengungsi yang kemarin 519 orang, Ahad pagi tadi sudah bertambah menjadi 1.692 orang.

Khofifah mengungkapkan, jumlah pengungsi bertambah karena warga sekitar lokasi longsor juga ikut mengungsi, khawatir di daerahnya terkena longsoran tanah. “Manajemen penanganannya harus terkoordinasi, karena ada sejumlah instansi yang menangani, antara lain pemkab, pemprov, BNPB, dan PMI,” tutur Khofifah. Koordinasi penanganan pengungsi, tambahnya, sudah dilakukan dan pembaruan data pengungsi selanjutnya perlu dilakukan agar penyaluran bantuan bisa lebih tepat sasaran dan tepat waktu.

Ia menjelaskan, selama masa tanggap darurat penanganan bencana, tugas pokok Kementerian Sosial adalah menyediakan bantuan logistik untuk dapur umum dan kebutuhan pendukung selama di pengungsian. “Kalau di pengungsian, mereka ada tenda, matras, selimut, dan lainnya,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Kantor SAR Semarang Agus Haryono menginformasikan, pihaknya meminta bantuan Kantor SAR Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya karena luasnya areal pencarian dan kondisi rumah yang sudah tertimbun material longsor.

“Hari ini, tim rescue dari tiga Kantor SAR tersebut bergerak menuju lokasi bencana. Pencarian dilakukan dengan cara manual karena alat berat yang sudah didatangkan belum bisa memasuki lokasi longsor,” ujar Agus.

Timbunan material longsor ini mencapai puluhan hektare dan berubah menjadi areal lumpur yang sangat luas dan dalam. Luasnya areal longsor inilah yang membuat tim evakuasi gabungan kesulitan melakukan pencarian korban.

Agus mengakui, keterlibatan banyak pihak dalam menangani longsor Banjarnegara mengakibatkan data korban yang berhasil dievakuasi simpang siur. Untuk mengantisipasi kebingungan masyarakat karena data yang simpang siur tersebut, disepakati, informarsi resmi hanya dikeluarkan oleh Posko BPBD Kabupaten Banjarnegara.

longsorTim SAR Semarang juga sudah memanfaatkan dua alat yang bisa mendeteksi keberadaan detak jantung dan suara manusia yang tertimbun. “Kami memanfaatkan teknologi life locater, alat ini digunakan karena mampu mendeteksi napas dan detak jantung korban yang ada di dalam timbunan material longsor. Satu lagi alat yang kita gunakan adalah acoustic device, alat ini sama fungsinya untuk mendeteksi tanda-tanda kehidupan. Hanya saja, alat ini sensor yang digunakan peka terhadap gerakan suara atau teriakan suara yang ada di dalam timbunan,” tutur Agus.

Sampai berita ini diturunkan, Kepala Badan Penanggulangan Nasional Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengungkapkan, jumlah korban meninggal dunia mencapai 20 orang. Enam belas di antaranya sudah teridentifikasi dan 4 lainnya belum diketahui identitasnya. Sebanyak 88 orang dinyatakan hilang.

Palang Merah Indonesia (PMI) pun menurunkan para relawan untuk proses evakuasi. Setelah membuka posko di lokasi kejadian, PMI yang menerjunkan 15 orang relawan juga melakukan pendataan kerusakan dan korban-korban di lokasi longsor Banjarnegara.