JAKARTASATU — Terkait dugaan penyelewengan anggaran APBD Pemerintah Provinsi DKI Tahun 2014,  Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya memeriksa sejumlah pejabat. Seluruhnya ada enam orang yang diperiksa. “Enam orang yang dimintai keterangan, ada dari sekolah di Jakarta Barat dan Jakarta Pusat serta dari Suku Dinas Pendidikan Jakarta Pusat dan Jakarta Barat,” kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Mujiono.

AlecUsman
Satu dari enam orang itu adalah Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat, Alex Usman. Pada 20 November 2014 lalu, Alex Usman menjadi pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk kontrak pengadaan i multimedia education connect system dan pengadaan uninterruptible power supply(UPS) untuk sekolah menengah kejuruan dan sekolah menengah atas di Jakarta Barat, salah satu yang diributkan Gubernur DKI Jakarta Ahok.

Menurut Alex waktu penandatanganan kontrak tersebut, kegiatan pengadaan dari pekerjaan ini menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Provinsi (APBDP) DKI Jakarta 2014. “Kontrak pengadaan pekerjaan ini menggunakan anggaran APBD-P DKI Jakarta, guna menambah dan menstabilkan listrik di sekolah. Mengingat ini berhubungan dengan listrik, harus menggunakan tenaga ahli, bukan tukang. Saya pernah membatalkan karena saya menemukan sendiri di lapangan ada yang hanya mempekerjakan tukang,” ujar Alex di Kantor Wali Kota Jakarta Barat, 20 November 2014. Proyek ini bernilai hampir Rp 152 miliar dan dikerjakan oleh 26 perusahaan, yang masing-masing perusahaan rata-rata mengerjakan pengadaan tersebut dengan nilai kontrak lebih dari Rp 5 miliar. Namun, data menunjukkan, yang ada hanya daftar 25 perusahaan, sebagai berikut.

  1. PT Vito Mandiri Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMK 45 senilai Rp 5.822.608.000
  2. Wiyata Agri Satwa Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMkN 42 senilai Rp 5.833.448.500
  3. PT Dinamika Airufindo PersadaPengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMKN 35 senilai Rp 5.832.750.000
  4. PT Debitindo Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMKN 17 senilai Rp 5.831.408.000
  5. PT Hamparan Anugerah SentosaPengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMKN 13 senilai Rp 5.831.408.000
  6. Lumban Ambar Berbakti Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMKN 11 senilai Rp 5.794. 822.000
  7. CV Air Putih Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMKN 9 senilai Rp 5.830.044.000
  8. Bentina Agung Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMAN 112 senilai Rp 5.831.760.000
  9. CV Padang Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMAN 101senilai Rp 5.831.760.000
  10. PT Multi Langgeng Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMAN 96 senilai Rp 5.833.410.000
  11. CV Artha Prima Indah Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMAN 94 senilai Rp 5.832.035.000
  12. PT Tinada Kuta Dairi Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMAN 85 senilai Rp 5.830.880.000
  13. PT Tavia Belva Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMAN 84 senilai Rp 5.833.520.000
  14. PT Greace Solusindo Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMAN 78 senilai Rp 5.826.810.000
  15. PT Astrasea Pasirindo Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMAN 65 Rp 5.833.311.000
  16. PT Elisa Mitra Inovatif Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMAN 57 senilai Rp 5.830.858.000
  17. CV Wisanggeni Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMAN 56 senilai Rp 5.829.967.000
  18. CV Tunjang Langit Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMAN 33 senilai Rp 5.832.618.000
  19. PT Paramitra Multi Prakasa Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMAN 23 senilai Rp 5.834.290.000
  20. CV Parameswara Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMAN 19 senilai Rp 5.832.200.000
  21. PT Aurel Duta Sarana Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMAN 17 senilai Rp 5.832.805.000
  22. CV Anugrah Mandiri Jaya Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMAN 16 senilai Rp 5.831.034.000
  23. PT Barkanatas Dharma Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMAN 2 senilai Rp 5.837.337.550
  24. Anugrah Cipta Karya Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMKN 60 senilai Rp 5.833.300.000
  25. CV Bukit Terpadu Utama Pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) SMKN 53 senilai Rp 5.833.289.000
RinaAdityaSartika
Rina Aditya Sartika

Alex Usman diketahui juga sebagai Ketua FKPPI Jakarta Barat dan ayah dari Rina Aditya Sartika, anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Gerindra, partai yang pernah menjadi tempat bernaung dan pengusung Ahok dalam pemilihan  Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta tahun 2012.  Selain sebagai anggota DPRD, Rina adalah pemegang saham media Harian Terbit.

Media ini ternyata yang menerbitkan “buku trologi siluman Ahok” yang diributkan Ahok juga, seperti terlihat dari foto salah satu sampul  buku itu yang diunggah penulisnya, Djono W Oesman, di akun Facebook-nya. Di sampul buku itu jelas tertulis, yang menerbitkan buku tersebut adalah Harian Terbit. Sementara itu, seperti yang tertera dalam boks pengasuh harian tersebut, pemegam saham media itu adalah Rina Aditya Sartika. Dan, memang, sampai Kamis pagi ini (1/3) di edisi online media itu juga ada semacam iklan banner tentang Ahok, yang bila diklik berisi kumpulan tulisan tentang Ahok yang dimuat media tersebut.

Djono W Oesman menulis di status Facebook-nya, yang meminta dia menulis adalah seorang tokoh penting di DKI Jakarta. Honor penulisannya pun dibayar oleh tokoh itu, bukan dengan anggaran APBD. Nilainya juga tak sefantatis yang ada dalam APBD seperti diungkap Ahok. Unuk dua buku yang ditulis, seperti diinformasikan temannya, Djono W Oesman hanya menerima kurang dari Rp 250 juta. Itu pun baru dibayar uang mukanya. Jadi, bukan Rp 20 miliar sebagaimana tertera dalam RAPBD itu, karena dalam RAPBD menurut Ahok tertera satu buku itu beranggaran Rp 10 miliar.BukuAhok2

Masalahnya, kalau bukunya sudah hampir rampung dan buku-buku itu semacam buku biografi, benarkah Ahok tidak mengetahui akan adanya buku itu, seperti ia nyatakan sendiri? Bukankah sebagai sosok yang perjalanan hidupnya akan dituangkan ke dalam sebuah buku harusnya ia diwawancarai, bahkan pasti tidak cukup hanya dua-tiga kali, mengingat Ahok masih hidup? Apalagi, Djono W Oesman juga bukan penulis abal-abal, yang kecil kemungkinannya mau menulis biografi seseorang tanpa mewawancarai yang bersangkutan, kecuali yang bersangkutan meninggal dunia.  *** sumber : www.pribuminews.com