JAKARTASATU – Gubernur DKI Jakarta Ahok bertindak bak tuan tanah pada zaman penjajahan Belanda, yang suka menggunakan serdadu kompeni untuk menakuti-nakuti pihak-pihak yang ia anggap sebagai musuhnya. Lihat saja bagaimana Ahok mengancam pihak DPRD Kota Bekasi, Jawa Barat, yang akan meminta keterangan dirinya terkait soal sampah. Ahok mengancam akan melarang warga Bekasi untuk bekerja di Jakarta dan–seakan TNI adalah centengnya–Ahok juga mengancam akan melibatkan TNI untuk membawa sampah ke Bekasi.
Wajar jika Keluarga Besar TNI/Polri mengecam ancaman Ahok itu. Ketua Forum Komunikasi Putra Putri TNI/Polri (FKPPI) Arif Bawono mengatakan, tidak sepantasnya Ahok melibatkan TNI dalam kisruh sampah dengan DPRD Kota Bekasi. “Karena pernyataan beliau itu, kami terusik sekali, ketika Gubernur merespons sikap DPRD Bekasi lalu menyatakan mau kirim tentara buat nganter sampah ke Bekasi. Kalau pernyataan dia begitu, itu melecehkan TNI namanya,” kata Arif di Jakarta, Jumat kemarin (23/10).
Pernyataan itu, tambah Arif, kelihatannya memang sepele. Tapi, bukan tidak mungkin akan berdampak panjang. Bisa saja muncul kesenjangan antara warga DKI dengan Bekasi.
Yang juga terusik adalah Ketua Pemuda Panca Marga (PPM) DKI Jakarta Saharuddin Arsyad. Bahkan, Saharuddin mengaku tersinggung dengan pernyataan Ahok tersebut. Karena, sesungguhnya, TNI bertugas menjaga kedaulatan negara, bukan mengangkut sampah. “Kami anak tentara merasa tersinggung. TNI itu bukan untuk mengangkut atau mengawal pengelolaan sampah. Ahok kan punya Dinas Kebersihan, ada Satpol PP juga,” ujar Saharuddin.
Saharuddin pun mendesak Ahok untuk meminta maaf kepada seluruh prajurit atas ucapannya. Ahok diminta menyatakan permintaan maaf selama tiga hari. Bila tidak juga dilaksanakan, baik FKPPI maupun PPM akan melaporkan Ahok ke polisi. “Kami mendesak Gubernur menarik pernyataannya. Apabila Ahok bergeming, kami akan laporkan ke pihak yang berwajib dengan pasal penghinaan terhadap TNI sebagai institusi negara,” ujar dia.
Sebelumnya, Ahok juga pernah menista lembaga negara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang telah memberikan opini Wajar dengan Pengecualian (WDP) kepada Laporan Keuangan Pemprov DKI tahun 2014. Karena, BPK mendapatkan 70 temuan senilai Rp 2,16 triliun yang berindikasi merugikan daerah dan berpotensi merugikan daerah. Program yang berindikasi merugikan daerah senilai Rp 442 miliar dan yang berpotensi merugikan daerah sebanyak Rp 1,71 triliun.
BPK juga menemukan kekurangan penerimaan daerah senilai Rp 3,23 miliar, belanja administrasi sebanyak Rp 469 juta, dan pemborosan senilai Rp 3,04 miliar. Juga ada beberapa temuan yang disorot BPK dan wajib menjadi perhatian Pemprov DKI Jakarta. Temuan itu adalah aset seluas 30,88 hektare di Mangga Dua dengan PT DP yang dianggap lemah dan tidak memperhatikan faktor keamanan aset. Selain itu, pengadaan tanah Rumah Sakit Sumber Waras di Jakarta Barat tidak melewati proses pengadaan memadai. “Ada indikasi kerugian senilai Rp 191 miliar,” kata anggota BPK, Moermahadi Soeja Djanegara.
Bukan hanya itu. BPK juga menemukan Pemprov DKI mengalami kelebihan bayar biaya premi asuransi senilai Rp 3,7 miliar, juga pengeluaran dana Bantuan Operasional Pendidikan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan senilai Rp 3,05 miliar. Temuan lain dari BPK yang perlu diwaspadai Pemprov DKI adalah penyertaan modal dan aset ke PT Transportasi Jakarta yang tak sesuai ketentuan. Ini menyangkut tanah seluas 794 ribu meter persegi, bangunan seluas 234 meter persegi, dan tiga blok apartemen yang belum diperhitungkan sebagai penyertaan modal kepada badan usaha milik daerah.
Tapi, yang kemudian dipersoalkan Ahok bukannya audit BPK yang menyangkut uang rakyat yang sangat besar nilainya itu, tapi malah soal pertanyaan auditor BPK terkait uang operasional dan uang makannya sebagai Gubernur DKI Jakarta. “Saya mau tanya operasional menteri-menteri diperiksa sampai uang cabai dan beras enggak?” kata Ahok.
Ahok juga malah meminta anggota BPK melakukan pembuktian harta terbalik berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan Ratifikasi PBB Melawan Korupsi. Dalam peraturan itu disebutkan, jika harta seorang pejabat publik tidak sesuai dengan biaya hidup dan pajak yang dibayar, hartanya akan disita negara, dan dia dinyatakan sebagai seorang koruptor. “Saya mau nantang semua pejabat di BPK yang ada, bila perlu buktikan pajak yang kalian bayar, harta kalian berapa. Biaya hidup kalian, anak-anak Anda kuliah di mana? Kalau enggak bisa buktikan, enggak boleh jadi anggota BPK, enggak boleh periksa orang karena kalian bisa ada unsur masalah,” tutur Ahok.
Menurut ahli hukum pidana, Romli Atmasmita, pernyataan-pernyataan Gubernur DKI Jakarta Ahok di media terhadap BPK itu merupakan penistaan tehadap lembaga negara karena BPK bertugas atas mandat UUD 1945 dan undang-undang. “Penistaan terhadap lembaga negara dapat diancam pidana sesuai KUHP,” tulis Romli lewat akun Twitter-nya, 14 Juli lalu. (Ton/Pur/pribuminews)