KekerasanWartawan-640x444JAKARTASATU – Ketika sedang meliput demonstrasi Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta, Selasa (1/12), setidaknya dua wartawan dari dua media massa asing menjadi korban kekerasan. Mereka adalah Archicco Guilliano (wartawan ABC Australia) dan Stephanie Vaessen (wartawan Al Jazeera).

Archicco Guilliano atau Chicco mengabadikan peristiwa kekerasan yang dilakukan polisi kepada pengunjuk rasa AMP. Beberapa polisi kemudian mendekati Chicco dan meminta Chicco menghapus rekaman di kameranya. “Beberapa polisi tiba-tiba mendatangi saya dan meminta saya untuk menghapus rekaman di kamera,” kata Chicco, Selasa.

Chicco menolak permintaan itu dan ia pun menjelaskan kepada polisi bahwa dirinya adalah wartawan ABC yang bertugas di Istana Merdeka. Polisi yang marah mengabaikan penjelasan itu dan mulai memukul ke arah Chicco. Beberapa polisi lain menghalang-halangi rekannya.

Melihat itu, Stephanie mengabadikan peristiwa yang dialami Chicco melalui kamera selular. Stephanie hadir di lokasi itu juga untuk meliput demonstrasi AMP. Polisi yang mengetahui Stephanie sedang mengabadikan kekerasan polisi kepada Chicco beralih marah ke Stephanie. “Lima orang polisi mendatangi saya dan secara agresif meminta saya untuk menghapus rekaman,” tutur Stephanie, yang menolak permintaan itu.

Lima polisi semakin marah. Satu di antaranya merebut telepon selular milik Stephanie dan membawanya pergi, sambil menghapus video di telepon genggam itu. Setelah melakukan penghapusan, seorang polisi mengembalikan telepon selular itu ke Stephanie dan pergi begitu saja.

Menurut Ketua Aliansi Jurnalis Independen Indonesia, Suwarjono, peristiwa kekerasan yang dialami dua wartawan dalam meliput demonstrasi itu merupakan bukti bahwa polisi belum sepenuhnya menyadari tugas wartawan. “Perlu saya ingatkan, jurnalis adalah mata dan telinga publik, apa yang diliput jurnalis itu adalah fakta yang akan diberitakan ke publik. Ini pelanggaran!” tutur Suwarjono.

Suwarjono pun mendesak Kapolri untuk mengusut tuntas pelaku kekerasan dan perampasan alat kerja wartawan. “Polisi seharusnya melek hukum, bukan sebaliknya, melanggar. Tindakan penghapusan gambar jelas pelanggaran atas Undang-Undang Pers,” kata Suwarjono.

Kebebasan wartawan dalam melaksanakan tugasnya, lanjutnya, adalah bagian dari kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi. Dua hal ini secara konstitusional dilindungi Pasal 28 E dan Pasal 28 F Perubahan II UUD 1945. Aturan turunan mengenai hal ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik. “Indonesia adalah negara yang meratifikasi Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, polisi harus memahami itu, agar tidak terjadi lagi peristiwa semacam ini,” ujar Suwarjono.(poros/JKST)