Foto : Istimewa

JAKARTASATU – KPK kembali cegah 2 orang  dalam kasus dugaan suap terkait rancangan Peraturan Daerah (Raperda) mengenai reklamasi di Teluk Jakarta. Keduanya yaitu Direktur Utama PT Agung Sedayu Group, Richard Halim Kusuma, dan Staf Khusus Gubernur DKI, Sunny Tanuwidjaja.

“Richard Halim Kusuma, Dirut PT Agung Sedayu Group dan Sunny Tanuwidjaja, Stafsus Gubernur DKI,” kata Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (7/4/).

KPK mengajukan pencegahan terhadap keduanya agar sewaktu-waktu apabila penyidik membutuhkan keterangannya, keduanya tidak berada di luar negeri.

“Jika yang bersangkutan dibutuhkan keterangannya, tidak berada di luar negeri,” ujarnya.

Pencegahan dilakukan per tanggal 6 April 2016 dan akan berlaku selama 6 bulan ke depan. Keduanya dianggap akan memberikan keterangan untuk memperdalam penyidikan.

“Penyidik menganggap keterangan mereka dapat memperdalam penyidikan,” kata Priharsa.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan 3 orang tersangka yaitu M Sanusi selaku Ketua Komisi D DPRD DKI dan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (PT APL) Ariesman Widjaja serta Trinanda Prihantoro selaku Personal Assistant di PT APL. M Sanusi ditangkap pada Kamis (31/3) dengan sangkaan menerima suap sebesar Rp 2 miliar yang diberikan dalam 2 termin dari PT APL.

Selain itu, sudah ada 1 saksi yang dicekal terkait kasus ini yaitu Sugiyanto Kusuma alias Aguan. Bos Agung Sedayu Group itu diketahui masih berada di Indonesia. Siapa Sunni?

Inilah Jejak Sunny Tanuwiidjaja si anak magang

Peneliti CSIS

Sunny yang merupakan mahasiswa doktoral di Department of Political Science, Northern Illinois University, tercatat sebagai peneliti di Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Jakarta. Peneliti di Departemen Politik dan Hubungan Internasional di lembaga yang salah satu pendirinya adalah Sofyan Wanandi.

Dewan Penasihat Populi Center

Sunny tercatat sebagai Board of Advisors (Dewan Penasehat) dari Yayasan Populi Indonesia (Populi Center). Lembaga survey yang dibentuk 6 Juni 2012 lalu saat, tepat tiga minggu sebelum dimulainya masa kampanye Pilkada DKI 2012 yang kelak dimenangkan
pasangan Jokowi-Ahok.

Saat ini, Populi tercatat sebagai lembaga survey yang selalu menempatkan Ahok sebagai yang ‘paling unggul’ di Jakarta. Di Desember 2015 lalu, Populi Center menyebut popularitas Ahok hampir 100 persen. Sedangkan di Februari 2016 lembaga yang sama menyebut elektabilitas Ahok di atas 50 persen. Survei Populi Center di pertengahan Maret 2015 pun menarik. Karena berupaya ‘memotret’ persepsi masyarakat terhadap perseteruan Ahok-DPRD DKI saat itu tentang ‘Anggaran Siluman’ yang saat itu sedang ramai diberitakan.

Direktur eskutif CDT

CDT adalah singkatan dari Center For Democracy and Transparency (CDT). Dengan alamat situs cdt31.org. Tertulis sebagai lembaga tempat kajian dan riset opini publik terutama yang terkait dengan pemilihan umum di tingkat nasional dan khususnya pemilihan di daerah-daerah. Lembaga yang juga ikut mempromosikan individu untuk maju sebagai pemimpin itu punya slogan menarik. Yakni ‘Bersih, Transparan dan Profesional’ (BTP).

Pemberitaan di Kompas.com di 16 Agustus 2013, disebutkan kalau Sunny menjabat sebagai Direktur Eksekutif CDT

Selain nama Sunny, di CDT juga terdapat nama lain sebagai peneliti yakni YF Ansy Lema, E Sakti Budiono, Michael Victor Sianipar dan Muhammad Iqbal Lubekran. Victor Sianipar tercatat pernah mencoba peruntungan ikut ‘nyaleg’ di DKI pada 9 April 2014 lalu atas nasehat Ahok. Maju lewat Partai Gerindra, namun kandas karena hanya meraup 3.088 suara di Dapil I Jakarta Pusat. Dia juga tercatat merupakan staff Ahok di Balai Kota. Salah satu tulisannya ‘Dinamika Politik Menyongsong Pemilu Presiden 2014’ masuk di buku terbitan CSIS berjudul ‘Analisis CSIS:Strategi Ketahanan Pangan, Liberalisasi Sektor Jasa, dan Persaingan Usaha’ Vol. 41, No. 2 Juni 2012.