Jakartasatu.com – Inilah kelanjutan kisruh antara penghuni dan pengelola apartemen Green Pramuka City, Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Setelah terjadi bentrokan anatara warga rusun dengan pihak keamanan (PT. Duta Paramindo Sejahtera ) dan pengembang PT.Mitra Investama Perdama selaku pengelola, hingga kini belum ada solusi permanan dalam hal tersebut.

Sabtu malam kemarin (7/5) Anggota DPR RI Masinton Pasaribu mendatangi warga rumah susun (rusun) GPC, Rawasari Jakarta Pusat. Pertemuan Masinton dengan warga terbilang unik. Sebab, alih-alih diselenggarakan dalam ruang rapat, dialog antara rakyat dan wakilnya itu justru berlangsung di areal parkir rusun. Masinton bahkan terpaksa harus berdiri selama lebih dari satu jam selama berlangsungnya dialog akibat dirusun tersebut tidak tersedia fasilitas ruang pertemuan warga.

“Kita sebetulnya malu sama Pak Masinton, mas. Beliau itu kan Pejabat Negara. Mestinya dialognya di ruang rapat. Tapi karena disini PT. DPS dan PT. MIP tidak mau menyediakan fasilitas ruang pertemuan untuk warga, maka terpaksalah dialognya ala koboi gini di parkiran sambil berdiri pula“, ujar Arsyi Aryanto, salah seorang pengurus PPPSRS GPC kepada awak media belum lama ini.

Pada Pertemuan itu sejumlah warga dengan raut wajah penuh kekesalan menyampaikan berbagai permasalahan mereka, mulai dari soal perusahaan yang mengelola rusun yang dinilai ilegal, kemudian pengenaan tarif parkir yang mencapai jutaan rupiah per bulan; pungutan liar yang mencekik leher; Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) yang tertinggi di Indonesia, tetapi fasilitasnya paling minim; sertifikat yang tak kunjung diberikan; sampai soal adanya intimidasi dan kriminalisasi kepada warga.

“Kami disini tidak mengakui pengelola, Pak. Mereka itu ilegal dan itu sudah mereka akui sendiri. Pengelolaan rusun oleh pengembang atau pihak ketiga kan cuma satu tahun. Nah, ini sudah bertahun-tahun belum juga diserahkan kepada PPPSRS. undang-undangnya kan bilang begitu, Pak”, jelas seorang warga kepada Masinton yang punya peran dalam membentuk undang-undang.

Warga lainnya meminta kepada Masinton agar dapat memainkan perannya sebagai wakil rakyat untuk bisa menindak pengembang dan pengelola ilegal di rusun tersebut.

“Tolonglah kami, Pak. Kami ini sudah terlalu lama jadi sapi perahan. Bayangkan, kalau mau pasang cermin di unit kami sendiri saja, pengelola mengharuskan kami setor dulu 50.000 ke mereka. Mau panggil tukang AC, ditodong lagi 66.000. Mau pasang wallpaper di rumah sendiri juga diminta bayar dulu satu juta”, ungkapnya.

Kepada awak media, Benyamin Purba, salah seorang warga yang juga menjadi legal PPPSRS mengatakan jika dihitung-hitung, selama beberapa tahun ini pungutan liar yang ditarik pengelola bisa mencapai miliar rupiah. PT. MIP juga mengelola uang IPL dan uang parkir warga yang jumlahnya mencapai ratusan miliar rupiah. Masalahnya, lanjut Purba, pengelola ilegal itu sejak dulu tidak pernah mau membuka laporan keuangannya kepada warga sehingga tidak jelas kemana larinya uang tersebut.

Isu menarik lainnya yang diadukan warga kepada Masinton adalah mengenai adanya intimidasi oleh pihak-pihak tertentu, termasuk dari seorang oknum perwira menengah TNI yang direkrut oleh PT. MIP sebagai koordinator kemananan di lingkungan rusun tersebut. Oknum TNI aktif itu bahkan disebut-sebut sebagai orang dibalik penghadangan rombongan Anggota DPRD DKI Jakarta oleh Satpam GPC ketika hendak meninjau pelayanan warga di kantor PT. MIP minggu lalu (30/4).

Mendengar pengaduan itu, Anggota DPR asal PDI Perjuangan tersebut terlihat geram. Wakil rakyat yang terkenal vokal itu menyatakan secara tegas posisinya berada dalam satu barisan dengan warga. Ia menyatakan siap melawan pihak-pihak yang melakukan intimidasi kepada warga dan bila perlu akan melaporkannya kepada Presiden.

“Kalau ada yang intimidasi, lapor (kepada saya). Kita lawan sama-sama, pak. Polisi supaya segera memproses yang mengintimidasi. Kalau polisinya diam, bapak, saya ngomong ke Kapolri. Kalau Kapolrinya diam, saya ngomong ke Presiden”, tegas Masinton yang disambut tepuk tangan meriah warga.

Secara khusus Masinton memberi peringatan kepada oknum Anggota TNI yang diduga menjadi beking pengelola ilegal GPC.

“Kalau ada keterlibatan TNI (yang menjadi beking pengembang dan mengintimidasi warga), bapak/ibu, lapor ke kita juga. Kita minta supaya (yang bersangkutan) diproses di Polda. (Anggota TNI) nggak boleh (ikut-ikutan). Urusan TNI itu urusan pertahanan negara, bukan ngurusin (soal keamanan dan ketertiban) masyarakat sipil”, kata Masinton berapi-api.

Said Salahudin, Pemerhati Hukum Tata Negara yang ikut menyaksikan pertemuan mengatakan laporan warga tentang adanya oknum TNI yang direkrut oleh PT. MIP sebagai koordinator keamanan perlu ditindaklanjuti oleh Masinton dan Anggota DPR RI lainnya.

“Itu harus dicari orangnya. Walaupun Pak Masinton di Komisi III, beliau sedikit banyaknya juga bersentuhan dengan TNI. DPR tentu punya kewenangan untuk meminta keterangan dari Panglima TNI terkait hal ini. Nanti teman-teman di Komisi I dan Jenderal-jenderal TNI karib saya juga akan saya infokan soal ini. Nama baik TNI tidak boleh dirusak oleh oknum-oknum yang membuat rakyat resah”, pungkas Said.