Jakartasatu.com – Pujian itu tentu saja bukan alasan, sebab banyak sekali tugas-tugas berat yang diberikan kepada Jasin dan berhasil dilaksanakan dengan baik. Sebut saja kasus penangkapan Mayor Sabarudin Komandan Keamanan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang mulanya bermarkas di Sidoarjo.
Meski menyandang pangkat Mayor namun kelakuan Sabarudin tidak seperti perwira. Ia dikenal sebagai sosok kejam. Salah satu perilaku yang amat menggusarkan rakyat Sidoarjo adalah ulahnya yang menembak dan menebas mati tunangan putri Bupati Sidoarjo. Langkah dilakukan olehnya karena keinginan Sabarudin mempersunting putri Bupati Sidoarjo ditolak mentah-mentah.
Imbas dari penolakan tersebut, Sabarudin membawa tunangan putri Sidoarjo ke depan alun-alun dan kemudian menembaknya tunangan tersebut dari jarak dekat. Kejadian tertsebut disaksikan di hadapan masyarakat banyak dan juga Bupati Sidoarjo.
Ulah ugal-ugalan lain yang ditunjukkan Sabaruddin adalah dengan menangkap dan menawan sejumlah tokoh pejuang dengan tuduhan sebagai mata-mata NICA. Sikap keras dan arogan Sabaruddin membuat geram banyak pihak termasuk di jajaran tubuh TKR ketika itu. Namun demikian banyak anggota TKS yang merasa sungkan untuk menangkap dan melucuti mayor Sabaruddin.
Tanpa diduga melalui Djawatan Kepolisian Negara Pusat, Jasin muda mendapatkan perintah untuk meringkus Sabarudin dan melucuti pasukannya. Jasin dipanggil oleh Panglima Besar Sudirman untuk melaksanakan tugas tersebut. Walhasil Jasin berangkat bersama 2 1/2 pasukan kompi korps Mobiele Brigade (kini disebut Brimob).
Proses penangkapan berjalan dengan mulus, Sabaruddin bersama dengan anak buahnya ketika ditangkap nyaris tanpa perlawanan. Dalam penggerebekan tersebut ditemukan 8 orang wanita eropa yang sedang hamil dan empat besek penuh perhiasan emas dan berlian. Semua barang tersebut diserahkan kepada Dewan Pertahanan Surabaya yang berkedudukan di Mojokerto sebagai bahan bukti.
“Keberhasilan pasukan saya dalam menumnpas pasukan teror pimpinan Mayor Sabarudin merupakan suatu kemenangan. Sebab dengan demikian terbukti bahwa kami telah menyelamatkan wibawa pemerintahan Republik Indonesia dan Jenderal Besar Soedirman,” ungkap Jasin.
Selain itu masih ada kisah kedekatan lain Bung Karno dengan Komjen Jasin. Kisah itu terjadi di tahun 1948 ketika terjadi perundingan Konferensi Meja Bundar. Konferensi tersebut akhirnya membuat pihak Belanda mengembalikan Bung Karno ke Jogjakarta.
Jasin sendiri mengaku bahwa Bung Karno telah memilih dirinya untuk menyelamatkan kepemimpinan nasional ketika itu. Pilihan tersebut adalah kelanjutan dari pertemuan antara Jasin dengan Bung Karno di tahun 1948 sebelum KMB dilaksanakan. Sehingga setelah KMB usai Bung Karno menemui Jasin.
“Orang pertama yang ingin beliau temui adalah saya,” tandas Jasin. (Bersambung)