ilustrasi

Jakartasatu.com – Wacana keterlibatan TNI dalam menangani aksi terorisme yang semakin meresahkan akhir-akhir ini memang masih menjadi polemik. Ada yang setuju dan ada yang menolak keras. Wacana itu terus menjadi perbincangan publik tanah air lantaran adanya revisi Undang-Undang Tindak Pidana Pemberantasan Terorisme yang tengah di bahas di Parlemen.

Peneliti Pusat Kajian Keamanan Nasional (Puskamnas) Ali Ashgar menilai terorisme adalah kejahatan dan bukan perang. Karena kedudukan terosisme sebagai kejahatan maka upaya melibatkan TNI dalam memberantas aksi terorisme dinilai tidak tepat.

“Dengan ini Puskamnas menolak usulan tersebut,” katanya dalam keterangan resmi yang diterima redaksi belum lama ini.

Ali melanjutkan istilah perang melawan terorisme adalah perang semu yang sama sekali tidak memenuhi syarat dan ketentuan dalam perang konvensional. Aktor-aktor terorisme bersifat non-state dan bahkan sub-state karena itu, terorisme didefinisikan sebagai extra ordinary crime artinya teror masih dianggap sebagai kejahatan bukan perang.

“Karena itu, teror sebagai kejahatan membutuhkan hukum sipil artinya harus ada pertanggungjawaban. Siapa yang membunuh kemudian dengan apa dibunuh dan semua itu harus jelas. Jika menggunakan pendekatan militer maka yang berlaku adalah hukum perang dan tidak perlu ada pertanggungjawaban. Bahkan setiap orang yang dicurigai sebagai teroris bisa ditangkap tanpa diadili,” demikian Ali.