JAKARTASATU – Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mengecam penyataan Sukanto Tanoto yang menyebut bahwa Indonesia adalah adalah ayah angkat, sementara Tiongkok atau Cina adalah ayah kandung.

Pernyataan tersebut tentu sangat melukai hati bangsa Indonesia. Indonesia bisa merdeka lewat perjuangan dan hujan air mata para pahlawan.

Bahkan banyak pahlawan yang tidak sempat menikmati kemerdekaan. Sementara Sukanto Tanoto alias Tan Kang Hoo tinggal menikmati hasil kemerdekaan Indonesia, tanpa pernah mengangkat senjata melawan penjajah.

“Dia (Sukanto Tanoto) tidak perlu banyak ngomong. Kalau merasa bangsa Indonesia maka sebaiknya dukung Indonesia dong. Kan kayanya di Indonesia, kenapa harus ngomong Indonesia (bapak angkat) seperti itu?” kata Heri di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Senin (29/08/2016).

Di tengah perekonomian yang lesu beberapa tahun terakhir, seharusnya Sukanto Tanoto berpihak ke Indonesia. Ucapan Sukanto yang lebih mencintai negara asalnya, patut diduga ia juga menyimpan kekayaan di Cina. Dengan adanya Tax amnesty, pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan diharapkan bisa memaksa Sukanto Tanoto segera memindahkan kekayaannya ke dalam negeri.

“Dia (Sukanto Tanoto) itu kan hanya oknum. Tidak semua pengusaha keturunan berpandangan seperti dia. Masih banyak warga keturunan dan konglomerat  yang rasa nasionalisme dan kecintaannya pada Indonesia lebih baik,” kata Heri.

Kasus Sukanto Tanoto merupakan insiden kebangsaan yang hanya melibatkan individu, tidak mewakili golongan mana pun. Masyarakat pun diminta agar lebih objektif, tidak menggeneralisir dan terpancing.

“Jangan sampai kerukunan yang telah terjaga, hancur karena Sukanto Tanoto. Masih banyak kok warga keturunan Cina yang baik dan mau membangun bangsa ini,” katanya.

Taipan Sukanto Tanoto dalam tayangan di media sosial Youtube berjudul “RGE Chairman Sukanto Tanoto shares his story“, yang dipublikasikan pada 20 Januari 2015, sangat melukai hati bangsa Indonesia.

Dalam tayangan itu, Sukanto Tanoto dengan gamblang  menyatakan ia hanya menganggap Indonesia sebagai bapak angkat dan Cina bapak kandung.

Padahal, Sukanto lahir, besar, menikah dan diberi “karpet merah” oleh pemerintah untuk memanfaatkan kekayaan alam Indonesia hingga mengantarkan Sukanto Tanoto menjadi konglomerat.

Dalam laman sukantotanoto.net biografinya sebagai berikut:

Sukanto Tanoto adalah pendiri dari RGE (Royal Golden Eagle), sebuah perusahaan global yang bergerak di sektor pengelolaan sumber daya alam dengan kantor yang berada di Singapura, Hong Kong, Jakarta, Beijing dan Nanjing. Beliau memulai bisnis pertamanya lebih dari 40 tahun yang lalu dengan memasok suku cadang untuk industri minyak dan konstruksi. Sebagai seorang pengusaha yang visioner, Sukanto Tanoto masuk ke bisnis kayu lapis pada tahun 1967. Dengan kesuksesannya di bisnis ini, beliau kemudian mendirikan bisnis lainnya, masih dalam bidang sumber daya alam, seperti kelapa sawit, kehutanan, pulp dan kertas serta pembangkit tenaga listrik. Saat ini, RGE adalah grup global dengan aset lebih dari 15 miliar US Dolar, tenaga kerja lebih dari 50.000 karyawan dan pabrik di Tiongkok, Indonesia dan Brazil serta kantor penjualan di seluruh dunia. Bisnis ini meliputi empat area operasional: pulp dan kertas (APRIL – Asia Pacific Resources International Holding Ltd dan Asia Symbol), kelapa sawit (Asian Agri dan Apical), rayon dan pulp khusus (Sateri International) serta energi (Pacific Oil & Gas).

Sukanto Tanoto sangat yakin bahwa sebuah perusahaan hanya akan sukses apabila perusahaan tersebut bertanggung jawab. Dituntun oleh prinsip beliau bahwa seluruh bisnis harus dijalankan dengan sikap yang menjunjung tinggi prinsip “berguna bagi masyarakat, berguna bagi negara dan berguna bagi perusahaan”. Sukanto Tanoto menjamin bahwa setiap bisnis yang ia jalankan memiliki tanggung jawab lingkungan dan sosial dengan menjunjung tinggi dan menyatukan konsep Corporate Social Responsibility (CSR) ke dalam setiap bisnisnya. Program CSR tersebut meliputi skema pelatihan pertanian terpadu yang telah mengubah hidup ribuan masyarakat di pedesaan menjadi petani yang mandiri dan berkelanjutan. Aktivitas pengembangan komunitas masyarakat termasuk program dukungan untuk mendirikan usaha kecil dan menengah, pelatihan kejuruan, masyarakat pertanian serat dan dukungan infrastruktur sosial.

Dengan keingintahuan intelektual yang kuat dan keteguhan untuk terus belajar, Sukanto Tanoto tidak hanya melanjutkan pendidikannya dengan mengambil kursus manajemen di sekolah bisnis terkemuka, seperti INSEAD, Harvard dan Wharton, tapi juga berkomitmen untuk menyediakan bantuan pendidikan, khususnya untuk masyarakat pedesaan.

Pada tahun 1981, Sukanto Tanoto dan keluarganya mendirikan Tanoto Foundation untuk membantu mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan pencapaian manusia. Bekerja di sektor pendidikan, pelayanan kesehatan dan penanggulangan bencana bencana alam, Tanoto Foundation menyediakan beasiswa kepada murid dan honorarium kepada para guru, dan turut mendirikan sekolah serta mendistribusikan perlengkapan dan buku sekolah. Tanoto Foundation juga menyediakan pelayanan kesehatan di daerah terpencil dan bantuan tanggap-cepat (rapid-response) untuk penanggulangan gempa bumi dan bencana alam lainnya.

Sukanto Tanoto adalah anggota dari sejumlah organisasi internasional, seperti INSEAD International Council, the Wharton Board of Overseers, the Wharton Executive Board for Asia dan berbagai organisasi lainnya yang bergerak di bidang pendidikan, komunitas dan industri. Beliau juga mendapatkan Wharton School Dean’s Medal Award, dengan kiprahnya sebagai individu yang berkontribusi dalam membesarkan ekonomi global dan peningkatan taraf hidup masyarakat di dunia. Sebelumnya, penerima penghargaan bergengsi ini termasuk para kepala negara, pemenang Nobel Prize, pendiri dan CEO dari berbagai perusahaan terkemuka.

| rmn/JKST