PENGORBANAN MULIA AGUS HY MEREBUT JAKARTA
Oleh: Anoman Obong
JAKARTASATU – Resmi sudah kontestasi politik Pilkada DKI akan diikuti oleh 3 pasang calon Gubernur dan Wakil Gubernur. Pendaftaran 2 pasangan pada hari terakhir melengkapi pendaftaran pada hari sebelumnya oleh pasangan yang penuh kontroversi dan kritik publik yaitu Ahok Djarot.
Tulisan ini tidak akan membahas tentang Ahok dan Anis, tapi ingin menilai secara objektif dan jernih tentang Agus H Yudhoyono, putra Presiden RI ke 6 Soesilo Bambang Yudhoyono.
Agus resmi diumumkan oleh koalisi poros Cikeas yaitu Partai Demokrat, PPP, PKB dan PAN. Agus didapuk berpasangan dengan Silvyana Murni, tokoh birokrat DKI Jakarta, tokoh Betawi dan sederet prestasi gemilang.
Munculnya nama Agus HY menjadi Cagup Poros Cikeas bukanlah sesuatu yang aneh. Kemunculan yang sesungguhnya tidak perlu mendapat kritik yang tidak seharusnya karena Agus HY adalah salah satu putra terbaik bangsa saat ini, dan saya, anda, kita semua tentu ingin Jakarta dipimpin oleh putra terbaik bangsa dan bukan dipimpin oleh sosok yang selalu merasa terbaik.
Kita butuh pemimpin yang bisa merasa bukan yang merasa bisa. Dengan demikian, kemunculan Agus HY sudah tepat menjawab kebutuhan kita akan pemimpin saat ini.
Polemik isu yang mendominasi ruang publik tentang majunya Agus HY sebagai Cagub adalah sepotong kalimat yang muncul dan dimunculkan oleh pihak lawan politik yang kalap dan cemas atas kemunculan nama Agus. SBY mengorbankan Agus HY, itulah sepotong kalimat yang tidak lucu sama sekali. Kemunculan Agus HY menjadi Cagub bukanlah atas dasar paksaan, bukan atas dasar kepentingan keluarga atau kelompok. Kemunculan Agus HY adalah demi kepentingan publik, kepentingan Jakarta dan kepentingan negara, bahwa Jakarta dan Indonesia dalam kondisi yang tidak beruntung karena dipimpin oleh pemimpin yang hanya merasa bisa tapi tidak bisa merasa.
Seorang ayah ( SBY) tidak mungkin memberikan ular berbisa kepada anaknya (Agus HY). Seorang ayah (SBY) tidak mungkin menempatkan anaknya (Agus HY) digaris depan pertempuran jika ingin mengedepankan kepentingan keluarga. Tapi karena untuk kepentingan yang jauh lebih besar dari sekedar kepentingan keluarga atau kelompok, maka SBY merestui putranya Agus HY turun kemedan perang dan berada digaris perang.
Orang tua mana yang siap dan rela menempatkan putranya diantara desingan peluru? Saya yakin tidak ada kecuali untuk kepentingan bangsa dan negaranya.
Agus HY tidak dikorbankan, tapi Agus HY siap berkorban untuk negerinya, itulah Agus HY, menelusuri jalan pengorbanan mulia dan bukan dikorbankan.
Benarkah Agus menjadi contoh tidak bagus di TNI? Banyak kalangan juga menyatakan hal demikian, tapi sungguh pernyataan itu hanya kalimat kosong yang jauh dari pemahaman Sapta Marga. Sapta Marga ke 6 berbunyi: “Kami Prajurit Tentara Nasional Indonesia Mengutamakan Keperwiraan di Dalam Melaksanakan Tugas Serta Senantiasa Siap Sedia Berbakti Kepada Negara dan Bangsa”. Inilah yang melandasi sikap berkorban Agus HY.
Seorang Tentara harus mengutamakan keperwiraan. Perwira itu adalah pemimpin, pemimpin itu harus rela berkorban dan Agus HY sedang melakoninya dengan maju menjadi cagub DKI. Agus HY sedang menjalani pengabdiannya kepada Negara dan bangsa dengan cara lain. Pengabdian prajurit TNI tidaklah semata dilingkup tentara, tapi TNI itu tidak mengenal ruang batas dan sekat pengabdian, tapi pengabdian yang luas dan siap berkorban.
Itulah TNI sejati, prajurit yang saptamargais justru akan bangga melihat Agus HY maju kemedan laga merebut Jakarta dan menjaga Indonesia dari ancaman penguasaan bangsa asing. Kita sedang diserang bangsa asing, maka kita harus turut serta merebut Jakarta dari kekuasaan bangsa asing dan menjaga serta mengembalikan Indonesia kepada pemiliknya yaitu kepada anak-anak Nusantara.
Banggalah dan mari turun kemedan perang bersama Agus HY, kita rebut Jakarta dari pihak asing dan kita jaga Indonesia dari rencana penguasaan bangsa asing. Tugas mulia yang harus kita jalani bersama-sama demi bangsa dan negara.
Jakarta. 25|09|2016