PRAJURIT PEJUANG DAN PENGABDIAN TANPA AKHIR

Oleh  Anoman Obong

Seorang Prajurit bisa pensiun, namun sebagai pejuang tidak akan pernah mengalami pensiun dalam mengabdikan dirinya bagi kepentingan bangsa dan negara.

Begitulah sepenggal kalimat yang pernah diucapkan oleh Jenderal (Anumerta) Oerip Soemahardjo pada masa Revolusi Nasional. Jenderal Oerip Soemohardjo lahir 22 Februari 1893 dan meninggal 17 November 1948 pada usia 55 tahun, dia adalah seorang Jenderal dan Kepala Staf Umum Tentara Nasional Indonesia pertama pada masa Revolusi Nasional Indonesia. Beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusumanegara.

Mengapa penulis mengangkat penggalan kalimat tersebut saat ini? Adalah kaitannya dengan Agus H Yudhoyono sebagai prajurit yang kemudian pensiun dan mencalonkan diri sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta yang didukung oleh koalisi Partai Demokrat, PPP, PKB dan PAN.

Agus H Yudhoyono adalah prajurit aktif yang memilih mengabdikan diri bagi bangsa dan negaranya diluar TNI. Pensiun sebagai prajurit tapi tidaklah pensiun sebagai pejuang, karena pencalonan Agus HY sebagai cagub DKI adalah bagian dari perjuangan di ranah supremasi sipil dan ranah demokrasi serta politik yang diharamkan dilingkungan TNI. TNI tidak boleh berpolitik, itu adalah amanat UU TNI. Maka pilihan pensiun sebagai prajurit menjadi jalan juang merebut Jakarta yang saat ini kondisinya sangat tidak kondusif dalam hubungan pemimpin dengan rakyatnya.

Jakarta kini berada dalam situasi tidak berperi kemanusiaan, terancam terbelah persatuannya, Jakarta jauh dari musyawarah kekeluargaan untuk kebijaksanaan, Jakarta tidak berkeadilan sosial, maka Jakarta harus diselamatkan dengan merebutnya dari tangan kedzoliman.

Pilihan pengabdian dalam politik bukanlah pilihan manis bagai madu bagi seorang prajurit perwira aktif, tapi ini adalah pilihan jalan juang yang pahit tapi harus ditempuh demi kehormatan harga diri bangsa.

Pengabdian seorang pejuang yang tidak mudah karena jalan terjal ini penuh batu dan jalan berlobang.

Agus HY kemudian rela berkorban dan keluar dari zona nyaman sebagai perwira muda yang masa depannya di TNI hampir dipastikan gemilang akan mencapai puncak karir tertinggi di TNI

Namun Agus HY sebagai prajurit pejuang keluar dari zona nyaman itu dan memilih jalan terjal demi pengabdian lebih besar kepada negerinya yang terancam penjajahan baru kepentingan bangsa asing.

Pengabdian tanpa akhir seorang prajurit pejuang adalah berani keluar dari zona nyaman, keluar dari impian gemilang dan memilih mengabdikan diri dengan mengorbankan sesuatu yang tidak kecil. Prajurit pejuang yang tidak pernah meninggalkan Sapta Marga dan Pancasila. Agus HY sedang memilih jalan juang merah putih menuju kedaulatan bangsa, jalan juang merebut Jakarta dan bangsa dari tangan kedzoliman.

Dengan demikian, apabila masih ada yang merasa pilihan Agus HY tidak benar, maka perlu lagi belajar tentang Prajurit Pejuang seperti kata Jenderal Oerip Soemardjo.

Jakarta, 27 September 2016