Foto : Istimewa

CATATAN TENGAH, Senin 24 Oktober 2016

Mungkinkah KPK, Periksa Ketuanya Agus Rahardjo ?

*) Menyoal Hukum Yang Tumpul Ke Atasan, Tajam Ke Bawahan

JAKARTA – Mungkinkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa sendiri pemimpin lembaganya Agus Rahadjo dalam kasus korupsi proyek e-KTP?

Itulah pertanyaan yang cukup penting setelah mantan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi “bernyanyi” atau menyeret sejumlah nama pejabat atau eks pejabat tinggi negara.

Gamawan Fauzi menyeret sejumlah nama dalam proyek pengadaan e-KTP. Uang yang dijadikan bancakan dalam proyek ini ajubile, tidak sedikit : Rp. 5,8 triliun jumlahnya !

Satu diantara mereka yang diseret Gamawan Fauzi adalah Agus Rahardjo, Ketua KPK saat ini.

Agus Rahardjo pernah menjadi anak buah Gamawan di Kementerian Dalam Negeri.

Jabatan Agus Rahardjo ketika e-KTP diluncurkan, adalah Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), sebuah lembaga di Kementerian Dalam Negeri.

Sehubungan dengan penyeretan namanya, Agus Rahardjo sudah memberi klarifikasi. Bahwa Kementerian Dalam Negeri pernah meminta LKPP mengaudit proyek e-KTP. Rekomendasinya agar proyek tersebut diperbaiki.

LKPP menurut Agus Rahardjo, sudah meminta agar proyek e-KTP menggunakan aplikasi elektronik dalam proses lelang. LKPP juga minta agar proyek tersebut dipecah menjadi beberapa pekerjaan.

Di antaranya paket pembuatan sistem sebagai integrator, paket kartu dan chip, paket PC, paket kamera, paket finger print indentification dan paket retina.

Tapi menurut Agus, rekomendasinya itu tidak dihiraukan. Dan siapa yang tidak menghiraukan, tidak diuraikannya. Lantas apakah kalau rekomendasinya itu diterima, proyek e-KTP tersebut tidak menghasilkan kerugian bagi negara?

Penegasan Agus Rahardjo tersebut, kalau dikaji dengan menggunakan azas kekeluargaan, sebagai bantahan, tentu saja sudah cukup kuat.

Tetapi kalau dari segi hukum dan keadilan penegasan ataupun pembelaan Agus Rahardjo belum bisa dianggap final.

Sebab dari sisi logika saja, masih banyak pertanyaan yang bisa diajukan. Masih cukup banyak misteri yang belum terungkap.

Penegasan Agus Rahardjo baru dalam rangka membantah keterangan Gamawan Fauzi. Penegasan Agus Rahardjo bisa menjadi pintu baru bagi KPK untuk masuk ke penyelidikan lebih lanjut.

Perlu diselidiki apakah Agus Rahardjo sebagai Ketua LKPP pada waktu itu, memberi rekomendasi tertulis atau verbal? Jadi perlu ada pembuktian untuk melihat apakah rekomendasi itu diniatkan secara sungguh-sungguh atau ala kadarnya. Artinya perlu kejelasan, rekomendasi itu bisa diabaikan atau wajib dituruti.

Jadi kalau kita memang berniat menegakkan hukum dan keadilan serta kebenaran, maka sangat wajar bila Agus Rahardjo diperiksa secara terpisah. Abaikan jabatannya sebagai Ketua KPK. Sebab pemeriksaan atas dirinya, bukan dalam posisinya sebagai Ketua KPK.

Teringat pada kasus Menteri Ksehatan 2004 – 2009, Siti Fadilah. Setelah hampir 10 tahun tidak menjabat Menteri, dia “dikejar” oleh KPK.

Siti Fadilah dijadikan tersangka oleh KPK sementara alasan dan bukti keterlibatannya, tidak ada. Paling tidak itulah yang disebutkan oleh pengacara dan pensehat hukumnya.

Bekas pejabat tinggi negara ini tetap saja dicocor oleh KPK. Sementara kerugian negara, tidak bisa dibuktikan. Kecuali disebut secara sepihak dan jumlahnya pun relatif kecil. Kalau sampai Rp. 2,- milyaran, itu sudah sangat besar.

Yang pasti kalau dibandingkan dengan proyek e-KTP, “korupsi” yang dituduhkan kepada bekas Menkes tersebut kalaupun dibilang ada, jumlah sangat tidak berbanding lurus.

Hanya karena namanya disebut dalam sebuah persidangan, hampir sepuluh tahun lalu, lantas Siti Fadilah dijadikan tersangka.

Lantas bagaimana dengan Agus Rahardjo, Ketua KPK, yang namanya jelas-jelas disebut oleh bekas atasannya Gamawan Fauzi ? Dan kejadiannya pun belum sampai sepuluh tahun serta jumlah dananya triliunan rupiah.

Kalau “nyanyian” Gamawan Fauzi yang menjadi rujukan, jelas keterlibatan Agus Rahardjo dalam proyek e-KTP didukung oleh bukti-bukti tertulis yang cukup kuat.

Nah dari pada bersalahan tidak keruan, sebaiknya terhadap Agus Rahardjo dilakukan pemeriksaan. Dan Agus Rahardjo pun tidak perlu alergi diperiksa. Sebab kalau memang tidak bersalah untuk apa merasa alergi?

Selain itu pemeriksaan terhadap Agus bisa saja dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri. Tidak harus oleh KPK.

Maaf sekali, kalau Agus Rahardjo tidak diperiksa, dibiarkan atau dilindungi oleh “tukang periksa”, hanya karena kedudukannya sebagai Ketua Lembaga Anti-Korupsi. Rasa keadilan masyarakat semakin tersakiti dan kredibilitas KPK semakin rontok.

Jika ini terjadi jelas benarlah tudingan sementara pihak bahwa dalam hal korupsi tertentu, KPK suka melakukan operasi ‘tebang pilih’.

Jadi dalam kasus korupsi mega skandal ini, yang masih perlu dikejar adalah siapa yang mengabaikan rekomendasi oleh Agus Rahardjo tersebut.

Apakah atasannya Gamawan Fauzi atau pejabat tinggi lainnya yang saat itu memiliki kewenangan?

Sejatinya, kalau proyek e-KTP ini merupakan proyek Kementerian Dalam Negeri, maka pihak yang harus bertanggung jawab adalah pimpinan tertinggi di Kementerian Dalam Negeri tersebut.

Patut dicatat dalam pelaksanaan proyek e-KTP ini telah memakan korban. Korbannya adalah pejabat Kementerian Dalam Negeri, tapi eselon lebih rendah dari pejabat tertinggi di kementerian tersebut. Mereka adalah Irman dan Sugiharto.

Irman, saat proyek e-KTP ini digelar menjabat Direktur Jenderal Kependudukan dan Pemerintahan Sipil. Sementara Sugiharto, menjabat Direktur Pengelola Informasi Adminstrasi Kemendagri.

Irman dan Sugiharto dijadikan tersangka oleh KPK sebagai pihak yang bersama-sama menggelembungkan anggaran proyek e-KTP. Akibat penggelembungan itu, negara dirugikan dua triliun rupiah.

Nah, masuk akalkah kalau dalam satu lembaga, terjadi penyelewengan berupa korupsi – lantas hanya eselon bawah saja yang bersalah ? Jawabannya tidak masuk akal.

Jadi kalau memang tidak masuk akal, maka Agus Rahardjo dan Gamawan Fauzi justru yang masuk akal untuk dikonfrontir. Dan publik berhak mendapatkan konfirmasinya.

Publik berhak mendapatkan klarifikasi yang menyeluruh soal benar tidaknya Agus Rahardjo bersih dari keterlibatannya.

“Nyanyian” Gamawan Fauzi, perlu didengar secara khusus. Karena Gamawan merupakan sosok yang bukanlah sembarang figur. Dia tergolong sosok yang kuat mempromosikan anti-korupsi.

Dia mantan Mendagri, dan Gubernur Sumatera Barat. Kedua jabatan itu diperolehnya antara lain, karena kredibilitasnya sebagai “orang bersih”.

Ketika menjabat bupati di salah satu kabupaten di provinsi tersebut, Gamawan Fauzi mendapat penghargaan karena reputasinya sebagai orang ‘bersih’ alias tidak korup.

Jadi demi kredibiltas dan akuntabilitas KPK sendiri, persoalan tuding menuding antara Gamawan Fauzi dan Agus Rahardjo harus ada finalisasinya.

Semoga dari finalisasi ini, Gamawan dan Agus bisa menjadi simbol dari pemberantasan korupsi yang lebih efektif. *****

dari CATATAN TENGAH, Senin 24 Oktober 2016 Akun FB Derek Manangka