JAKARTASATU – Aksi demo “Bela Islam” jilid II Jumat 411 kemarin masih menyisakan polemik. Ini akan terus jadi pembahasan sampai dua pekan, paling tidak selama dua pekan sesuai janji dari sebuah pernyataan Wapres. Dan publik tanah air akan menunggu.

Aksi 411 sudah terencana damai dan masuknya pembuat kekacauan, menjadikan banyak pendapat menjadi runcing masalah. Lalu soal kepergian Presiden Joko Widodo yang lewat pintu belakang serta tak kunjung kembali Istana sampai dini hari jadi pembicaraan penting.

Presiden Jokowi dalam sebuah keterangan dini hari 5/11 bahkan menyebut Demo 4/11 ditunggangi Elite Politik. Presiden Joko menyebut kericuhan itu terjadi lantaran telah ditunggangi sejumlah aktor politik.

Jika Jokowi mendefinisikan demo kemarin ditunggangi aktor politik. Karena mungkin saja Jokowi melihat demo kemarin merupakan pertarungan politik antar tokoh. Antar tokoh yang dimaksud adalah Megawati, Prabowo dan SBY.

Awal demo yang semulanya meneriakkan agar calon petahana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama ( Ahok) diproses hukum atas kasus dugaan penistaan agama, malah berubah menjadi tuntutan menurunkan Presiden Joko Widodo karena tidak adanya Jokowi di Istana. Lepas Presiden Joko langsung melakukan rapat terbatas (ratas) di Istana. Usai ratas dilakukan, Jokowi tidak menunduh untuk membuat pernyataan langsung terkait kericuhan yang terjadi. Namun tudingan tersebut belum jelas kepada siapa ditujukan. Siapa pak?

Juru bicara Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin menilai pernyataan Presiden tersebut justru akan menimbulkan kecurigaan lain. “Pernyataan Presiden tentang ada aktor politik bisa menimbulkan persepsi liar. Pernyataan Presiden Jokowi tentang ada aktor-aktor politik di belakang demo harus clear dan terang benderang, sebut saja langsung siapa aktor-aktor politik di belakang demo kemarin,” kata Didi dalam keterangan pers kepada media, Sabtu (5/11).

Disamping itu Didi menyatakan, “sebab, kalau tidak bisa timbul persepsi liar di masyarakat, sehingga bisa timbul saling curiga satu dengan lainnya. Tentu tidak baik bagi kehidupan demokrasi yang sehat,” imbuhnya.

Kendati demikian, bukan berarti Didi tidak sepakat dengan pemikiran bahwa aksi demonstrasi yang melibatkan puluhan ribu pendemo itu digerakkan oleh segelintir aktor intelektual. “Demonstrasi itu terjadi sebagai reaksi demonstran lantaran rasa keadilan masyarakat yang terluka,” ujar Didi.

Ahli Politik Islam Fachry Ali mengatakan sangat wajar jika hal tersebut terucap dari mulut Jokowi ditengah memanasnya aksi demo 4 November 2016 kemarin. “Karena ketika Anda ada didalam posisi sedang demo ratusan ribu orang. Maka pikiran-pikiran yang bersifat spekulatif bisa saja muncul,” katanya dalam diskusi publik, di Jakarta, Sabtu, (5/11/2016).

Wartawan senior menulis secara baik bahwa Demo Damai “Sejuta Umat” Diabaikan CNN saya lihat wajar saja, isi tulisannya Derek kuat antara lain secara khusus melakukan pantauan situasi Jakarta, lewat siaran berita dari tiga televisi : TVOne, Metro TV dan CNN International. Tiga channel stasiun TV ini saya “on-off” kan secara bergantian.

Dua televisi lokal saya pantau secara khusus karena ada kesan, keduanya memiliki perspektif dan kebijaksanaan redaksional yang berbeda dalam peliputan peristiwa politik. Termasuk ketika meliput aksi protes terhadap pemerintahan Jokowi dan tautannya dengan Ahok, Basuki Tjahaja Purnama. TVOne agak ‘jauh’ dengan rezim Jokowi, Metro TV agak ‘dekat’. Boleh jadi kesan ini tidak sepenuhnya benar, tetapi inilah kesan subyektif sebagai seorang pemirsa bebas.

CNN International saya masukan dalam pantauan untuk mengetahui sejauh mana perhatian media Amerika Serikat itu terhadap situasi politik di Indonesia. Sayang sekali, CNN tidak menyiarkan Demo Damai yang disamakan dengan aksi “Sejuta Umat”.

Atas dasar itu timbul pertanyaan ataupun rasa penasaran. Apakah tidak disiarkannya Demo Damai kemarin, karena bagi CNN, peristiwa demokrasi itu, terjadi di Indonesia – negara yang masuk dalam kelompok yang tidak begitu “penting” bagi Washingron ?.

Atau apakah karena yang terlibat dalam aksi demokrasi kemarin, gerakan massa Islam ? Kebetulan Amerika Serikat saat ini sedang dilanda oleh demam Islam atau Moslem Phobie – sehingga faktor inilah yang menyebabkan CNN absen ?

Inikah yang kemudian menjadi pemicu dari media Amerika itu untuk memboikot Demo Damai yang pada haketnya merupakan sebuah rekor demo dengan massa terbanyak. Demo Damai ibarat aksi turun jalan oleh “sejuta umat” . Entahlah.

Derek juga menuliskan Apakah CNN atau Amerika tahu bahwa Demo Damai kemarin tak akan bisa melengserkan Presiden Jokowi? Sehingga nilai beritanya kurang? Walahualam.

Benarkah CNN hanya tertarik pada liputan yang mana kejadian di sebuah negara bakal berujung dengan kejatuhan sebuah rezim?.

Krisis Syria yang saat ini disebut-sebut mengarah ke kemungkinan meletusnya Perang Dunia III, mendapat perhatian yang sangat luas dari CNN. Liputan Syria dijadikan salah satu iklan CNN. Tujuannya untuk menegaskan bahwa CNN ahlinya dalam peliputan sebuah kekacauan.

Hal lain yang cukup mengherankan berkaitan dengan Demo Damai, baru kali ini pemerintah Amerika Serikat tidak mengeluarkan Travel Warning tentang Indonesia. Artinya walaupun ada demo besar, Washington tidak memberi peringatan kepada warganya agar menghindar untuk bepergian ke Indonesia.

Padahal di hari-hari sebelumnya, tidak demikian. Jangkan akan ada demo besar. Sebuah peristiwa kecil di mata Indonesia, yang merupakan hal yang biasa, tapi bisa menjadi sesuatu yang luar biasa bagi Amerika. Bisa dijadikan alasan kuat oleh Washington untuk mengeluarkan Travel Warning.

Sementara Demo Damai 4 Nopember kemarin yang oleh aparat keamanan – kepolisian dan TNI jauh hari sudah digambarkan memiliki magnitude yang kuat terhadap keamanan dalam negeri.

Tapi justru peristiwa kemarin tidak masuk kategori sebagai seuatu yang harus diwaspadai oleh pemerintah Amerika Serikat. Ada apa ? Kembali saya bertanya.

Di tengah siaran teve lokal, pada tengah malam lewat beberapa menit, tepatnya pukul 00:07 WIB, Presiden Joko Widodo membuat pernyataan pers. Didampingi antara lain Menko Polhukham dan Kepala BIN, Presiden antara lain menuding aktor-aktor politik sebagaipihak yang terlibat dalam Demo Damai kemarin. Dimana setelah pukul 1800, batas waktu terakhir yang dizinkan berdemo, terjadi anarki.

Presiden tidak menyebut secara khusus. Tetapi tebakan saya terbang ke sebuah desa Cikeas, Bogor, Jawa Barat. Jangan-jangan Presiden Jokowi sedang mencurigai SBY, Presiden ke-6 RI, sebaga aktor politik yang bermain yang dimaksudkannya.

Alasan saya, dalam pekan ini, antara SBY dengan Jokowi terjadi seperti “uring-uringan”. Atau mungkin lebih tepat disebut “perang urat syaraf”, “perang yang menggunakan pion dan bukan dengan senjata”.

Pada Senin 31 Oktober 2016 Jokowi menemui Prabowo Subianto di desa Hambalang. Pertemuan yang diakhiri dengan makan siang dan diwarnai dengan menunggang kuda bersama, dinilai cukup efektif meredahkan ketegangan politik.

Tapi keesokan harinya, SBY berreaksi. Dia menemui Wapres Jusuf Kalla dan Menko Polhukham Wiranto, secara terpisah. Reaksi SBY dianggap sebagai tanggapan atas manuver Jokowi ke Prabowo.

Suhu politik memanas lagi setelah SBY membuat pernyataan pers yang tensinya cukup emosional. Ada ungkapan bahwa kalau persoalan Ahok tidak diselesaikan, keributan akan terus terjadi bahkan tidak akan berhenti hingga ‘Lebaran Kuda’. Ahok jangan menjadi sosok yang kebal hukum, tanda SBY.

Inisiatif SBY melakukan pembelaan dan klarifikasi bahwa dirinya tidak terlibat dalam pengerahan massa Demo Damai termasuk mendanai mereka yang menghujat Ahok, bukannya menghasilkan respon positif.

Media “Detik” dotkom, misalnya begitu menyiarkan pernyataan emosional SBY langsung dibanjiri oleh tanggapan yangn justru mencela SBY. “Detik” sendiri milik Chaerul Tanjung, sahabat dekat SBY.

Rata-rata mengecam SBY sebagai pihak yang justru menunjukan bahwa dia seorang yang kebal hukum.

Sementara Sjamsuddin Haris, pakar politik dari LIPI menilai SBY sebagai seorang provokator tingkat tinggi. Kemudian oleh Kisman Latumakulita, politisi Nasdem diberi ulasan bahwa anarki yang terjadi pasca demo kemarin, tidak lepas dari povokasi oleh SBY. “Semestinya kepolisian segera periksa SBY”, kata Kisman Latumakulita.

Tentu saja tidak fair, jika hanya SBY yang dituding ataupun dipersalahkan. Presiden Joko Widodo dianggap punya saham yang ikut menyebabkan massa beringas.

Alasannya Jokowi tidak menyediakan waktu menerma iutusan pendemo yang kemarin siang sudah berada di seberang Istana Merdeka. Mestinya Jokowi menerima mereka dan tidak mengikuti saran pembisik yang lebih memilih supaya Presiden RI itu blusukan ke proyek kereta api Bandara – Jakarta.

Harusnya pembisik itu suruh saja JK ke proyek kereta api Bandara – Jakarta dan Presiden Joko temui rakyat yang lebih banyak berdemo. Negara ini perlu damai jangan mau diobok-obok. Janganlah gara-gara tidak punya kuda lalu ada hari lebaran kuda. dan ini membuat gaduh semakin lebar dan menjaid masif

Buni Yani

Hai ini di akun FB Buni Yani  menulis di akunya dengan judul Klarifikasi isinya sebagai berikut:

Klarifikasi

Video ini dipotong dengan fokus pernyataan SAYA MENGAKUI KESALAHAN, keluar dari konteksnya, yang sudah pasti ditujukan untuk mempengaruhi opini publik dan membunuh karakter saya. Yang mereka tak lengkapi, agar bisa menggoreng isu adalah lanjutannya: ADA ATAU TIDAK ADA KATA “PAKE”, SECARA SEMANTIK ISI VIDEO INI TETAP MEMILIKI MUATAN PENISTAAN TERHADAP AGAMA. Mestinya kalimat lanjutan ini harus ada kalau mau memahami isi pernyataan saya secara keseluruhan.

JANGAN MAIN GORENG ISU LAGI, JANGAN MEMANASI SUASANA. STOP PROVOKASI.

Media yang menyebarkan pelintiran isi video ini tanpa konfirmasi ke saya akan saya perkarakan. Saya sudah berkoordinasi dengan pengacara.

Saya melihat pernyataan Buni jelas “Media yang menyebarkan pelintiran isi video ini tanpa konfirmasi ke saya akan saya perkarakan. Saya sudah berkoordinasi dengan pengacara.”

Karena saya sih yakin masa sejuta pendemo kemarin memang tidak bodoh. Dan bukan karena vidoe Buni Yani saya kira karena dia juga dapat dari situs MediaNKRI. Atau secara lengkapnya dari situs media Pemda yang diunduh di Youtube sendiri yang selalu meng upload aktivitas sang Gubernurnya.

Jika Buni Yani jadi korban ini jelas sudah agenda setting, dan ini preseden buruk. Bukankan kita media dapat liputan eksklusifi suka di sebut hebat dan mantan jurnalis Tempo ini dapat info bagus seperti Buni Yani yang seorang membela Islam akan di korbankan?

Atau bahkan kita juga jangan lupa ada yang meninggal seorang guru ngaji diketahui menjadi korban M. Syachrie, warga Binong Permai, Kelurahan Binong, Curug, Tangerang Selatan, Banten, itu meninggal dunia di RSPAD Gatot Subroto. Diduga, korban terkena gas air mata.Terlalu. | Aendra H. Medita Kartadipura Pemimpin Redaksi JAKARTASATU.COM