Ferdinand Hutahaean

GELAR PERKARA AHOK, PENGADILAN DILUAR SISTEM PERADILAN

Oleh   Ferdinand Hutahaean | RUMAH AMANAH RAKYAT

Hari ini Selasa 15 Nopember 2016, institusi Polri dalam hal ini Badan Reserse Kriminal atau Bareskrim menggelar hajatan hukum berjudul Gelar Perkara atas kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang dilaporkan beberapa pihak telah melanggar pasal 156 a KUHP.

Ada yang unik dalam penangan perkara ini meski sesungguhnya kurang pantas juga disebut unik tapi lebih tepat disebut aneh. Bareskrim mengundang sekitar 20 orang dengan gelar saksi ahli yaitu ahli agama, ahli bahasa dan ahli pidana. Bareskrim juga mengundang pihak pelapor dan terlapor serta beberapa lembaga negara seperti Kompolnas dan Ombudsman.

Mengapa gelar perkara ini sebegitu pentingnya dilakukan? Bahkan gelar perkara ini sudah tidak tepat disebut sebagai gelar perkara, namun sudah menjadi pengadilan diluar sistem peradilan dan tanpa hakim. Lebih tepat disebut pengadilan karena menghadirkan semua pihak terkait termasuk termohon atau terlapor.

Artinya terlapor dalam hal ini bisa mempengaruhi penyidik untuk memutuskan apakah status penyelidikan layak naik ke status penyidikan atau tidak.</b> Ini janggal dan aneh, tidak pernah gelar perkara seperti ini dikenal dalam sistem penegakan hukum bangsa ini. Sementara posisi hakim dalam pengadilan diluar sistem ini tetap berada ditangan penyidik.

Ada beberapa hal yang dapat kita terjemahkan dengan pemikiran dalam bentuk analisis meski belum terucap dan diputuskan oleh penyidik Polri. Yang pertama, penyidik merasa dan mungkin menyimpulkan bahwa Ahok alias Basuki Tjahaja Purnama tidak layak dijadikan tersangka. Namun karena tekanan publik, maka kesimpulan tersebut belum diumumkan atau diputuskan resmi dan muncullah ide gelar perkara ini.

Saya ingin mengajak kita semua berandai-andai. Andaikan penyidik telah memiliki kesimpulan bahwa Ahok alias Basuki Tjahaja Purnama layak ditetapkan sebagai tersangka, kira-kira apa perlu melakukan gelar perkara berbentuk pengadilan seperti hari ini? Saya tidak ingin menjawabnya, saya ingin mengajak nalar kita masing-masing menjawabnya.

Yang kedua, sudah dapat dipastikan bahwa gelar perkara berbentuk pengadilan ini akan menghadirkan debat antara ahli, pelapor dan juga terlapor karena semua akan mempertahankan argumennya dengan persepsi masing-masing. Tidak mungkin akan lahir sebuah kesepakatan dan menjadi kesimpulan atas gelar perkara tersebut. Terlapor sudah pasti akan menolak jika dinyatakan bersalah, demikian juga pelapor pasti akan menolak jika dinyatakan Ahok tidak bersalah. Jadi kira-kira, apakah gelar perkara ini akan bermamfaat? Kembali saya ingin mengajak nalar kita menjawabnya masing-masing.

Yang ketiga adalah  bahwa kesimpulan tetap berada ditangan penyidik dan bukan di forum gelar perkara.  Kira-kira jika kita kembali ke awal tulisan ini bahwa penyidik merasa bahwa Ahok tidak layak dijadikan tersangka maka perlu digelar perkara berbentuk pengadilan ini, apakah akan merubah dugaan kita tentang kesimpulan penyidik bahwa Ahok tidak layak jadi tersangka? Kembali saya mengajak nalar kita masing-masing untuk menjawabnya.

Bagi saya apa yang dilakukan hari ini tidak akan bermamfaat apa-apa karena penyidik tetap akan bekerja sesuai kewenangannya apakah menjadikan Ahok sebagai tersangka atau tidak tanpa melihat hasil pengadilan diluar sistem bertajuk gelar perkara.

Jakarta, 15 Nopember 2016