Foto : Istimewa

JALAN KEMENANGAN MELAWAN FITNAH ITU ADALAH MEMILIH SABAR

Oleh   :  Ferdinand Hutahaean

Maraknya pembunuhan karakter dan tuduhan fitnah kepada Presiden RI Ke 6 Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah mendekati batas tidak patut dan menabrak batas-batas norma dan etika sebuah bangsa yang berbudaya luhur Indonesia

Media dan media sosial saat ini menjadi mesin pembunuh yang sangat ampuh bekerja. 24 jam sehari tanpa henti media dan media sosial terus bekerja sesuai dengan keinginan pemiliknya. Demikian juga dengan publik netizen yang berbuat semaunya di media sosial terutama akun-akun palsu yang justru sengaja dibuat untuk tujuan yang tidak baik. Itulah dunia medsos kita, penuh dengan keliaran perilaku dan tidak mengindahkan etika dan norma, meski tidak sedikit juga akun yang postif dan baik.

SBY : “Saya Dihabisi Tanpa Ampun”

Mengutip satu kalimat dalam artikel Presiden RI Ke 6 Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berjudul Pulihkan Perdamaian dan Persatuan Kita beberapa waktu lalu yang menuliskan bahwa SBY dihabisi tanpa ampun adalah bentuk nyata bagaimana media dan medsos bekerja bagai mesin pembunuh yang menghabisi SBY tanpa ampun. Serangan politik yang dikobarkan melalui berita di media dan media sosial itu tanpa henti terus mendorong SBY kepojok penghakiman para kelompok pihak yang merasa harus menghabisi SBY secara politik karena dianggab SBY adalah lawan politik paling potensial yang sulit dihadapi dalam kontestasi demokrasi.

Ada kekuatan yang bekerja mengarahkan media dan netizen di medsos untuk membangun opini menyerang SBY meski bermodal fitnah dan caci maki. Para pelaku itu berani karena berbalut akun palsu yang sulit dilacak siapa pemilik akun tersebut yerlebih jika penegak hukum pura-pura tidak tahu. Tidak heran ketika kaum pemilik modal bernafsu menguasai media karena media memiliki kekuatan menggiring opini sesuai keinginan para pemilik media.

Menjadi Negara Tanpa Tata Krama

2 tahun terakhir memang menjadi era paling kelam dan paling nista dalam politik. Era menghalalkan segala cara untuk menghabisi siapapun yang dianggab lawan. Ini era paling buruk dari semua  era yang sudah pernah berlangsung di negara ini.

Kita digiring menjadi bangsa yang penuh kebencian dan caci maki, kita di geser kedalam atmosfir yang menuju sebuah bangsa tanpa tara krama. Kita lupa bahwa bangsa ini adalah bangsa yang berbudi luhur dan berbudaya luar biasa dengan pesan-pesan luhur para leluhur pendiri bangsa untuk saling menghargai, saling menghormati dan tidak saling memusuhi.

SBY Bersabarlah, Jalan Kemenangan Itu Adalah Memilih Sabar

Gelombang serangan pembunuhan karakter terhadap SBY semakin besar ketika Pilkada DKI Jakarta akhirnya dikagetkan dengan kehadiran Putera SBY yaitu Agus Harimurti Yudhoyono sebagai Calon Gubernur yang diusung koalisi parpol yang dipimpin Partai Demokrat.

Segala tuduhan dan caci maki serta hinaan terhunus bagai pedang tajam yang diarahkan kepada SBY. Bahkan dengan keji SBY dituduh sebagai provokator dan penyandang dana atas aksi umat Islam yang menuntut penegakan hukum terhadap Ahok yang sekarang menjadi terdakwa penodaan agama. Semua tuduhan itu deras mengalir dimedsos namun hingga Aksi Bela Islam ke 3, tidak pernah ada bukti bahwa SBY terlibat.

Tujuan politik adalah tujuan utama dari pembuhunan karakter tersebut. AHY putera SBY yang bersih tanpa masalah tidak bisa dijadikan target serangan, akhirnya SBY yang dijadikan papan target dengan harapan AHY tidak terpilih.

Fitnah menjadi halal bagi para pemburu dan penikmat kekuasaan. Fitnah jadi senjata ampuh bagi para pengejar tahta kekuasaan untuk disalah gunakan.

Sudah tepat langkah SBY memilih diam tidak mereaksi fitnah-fitnah keji kepada dirinya, karena jalan kemenangan menghadapi fitnah adalah memilih sabar. Orang sabar disayang Tuhan dan orang yang disayang Tuhan akan mendapat ridho dan kemenangan dalam kehidupan.

Waktu kelak akan menjawab bahwa semua fitnah keji itu akan terbantahkan dengan sendirinya.

Jakarta, 14 Desember 2014