TEGAKKAN HUKUM TANPA INTERVENSI KEKUASAAN

Oleh  Ferdinand Hutahaean

Selalu ada pilihan dalam bersikap. Begitulah kita memulai mengurai cara pandang tentang kekuasaan. Pilihan dalam bersikap oleh siapapun yang memegang kekuasaan sangat menentukan kualitas sebuah perjalanan bangsa. Kualitas baik hanya akan lahir dari penguasa berkarakter baik. Termasuk dalam bagaimana bersikap menegakkan hukum. Seorang penguasa yang menghormati hukum dan menempatkan hukum sebagai panglima, sudah barang tentu akan mengambil sikap untuk tidak mencampuri penegakan hukum dan mebiarkannya berjalan sesuai ketentuan hukum, meski permasalahan hukum tersebut mendera saudara, keluarga atau sahabat.

Penegakan Hukum Dalam Politik

Proses politik terutama agenda demokrasi baik agenda demokrasi nasional maupun agenda demokrasi lokal daerah selalu tidak lepas dari sebuah proses yang berdasar kepada aturan-aturan yang menjadi hukum dalam perjalanan agenda politik itu sendiri. Semestinya memang begitu, karena tidak boleh politik berjalan tanpa hukum yang mengatur, meski hukum itu sendiri lahir dari sebuah proses politik.

Semua agenda pemilihan baik legislatif maupun eksekutif diatur dengan ketentuan tidak membolehkan adanya kampanye hitam, meski membolehkan kampanye negatif. Kampanye hitam adalah sebuah pelanggaran karena bersifat fitnah dan kebohongan. Beda dengan kampanye negatif yang memunculkan fakta dan bukti.

SBY, AHY dalam Pilkada

Pilkada DKI Jakarta memang harus kita akui adalah Pilkada terpanas dari seluruh pilkada serentak yang berlansung saat ini memasuki agenda kampanye tertutup. Belum memasuki kampanye akbar seperti dilapangan terbuka. Dari proses politik itu, maka seluruh tim pemenangan setiap calon pasti bekerja semaksimal mungkin untuk memenangkan cagubnya. Dari upaya memenangkan pasangan cagub itu, bahkan tidak jarang dimunculkan kampanye hitam yang dibungkus seolah kampanye negatif.

Secara khusus kita kali ini kita menyoroti tudingan kampanye hitam terhadap AHY yang mengaitkan penegakan hukum kasus korupsi terhadap kader Partai Demokrat dengan SBY dan AHY. Penegakan hukum terhadap kader Partai Demokrat yang melakukan korupsi itu dirubah menjadi seolah-olah itu adalah dosa SBY dan AHY. Yang korupsi adalah orang lain, tapi kampanye hitam itu menjadikan seolah korupsi tersebut adalah dosa AHY dan SBY. Tidaklah elok dan sesungguhnya menjadi dosa besar jika kita melimpahkan dosa orang lain kepada orang lainnya. Tidaklah elok dan menjadi dosa jika melimpahkan dosa korupsi kader Partai Demokrat itu kepada SBY dan AHY. Dosa dan kesalahan tidak bisa dialihkan dengan alasan apapun karena itu tanggung jawab pribadi masing-masing.

*Menegakkan Hukum Tanpa Intervensi*

Selain tidak elok, melimpahkan kesalahan kepada orang lain juga adalah perbuatan dan cara pandang keliru.

Publik harus melihat penegakan hukum terhadap kader Partai tersebut adalah bukti konsistensi sebuah sikap penguasa saat itu yaitu Presiden RI Ke 6 Soesilo Bambang Yudhoyono yang tidak mau mengintervensi penegakan hukum. Hukum harus ditegakkan tanpa intervensi kekuasaan, maka proses hukum itu bisa berlangsung sesuai ketentuan. Bukanlah hal yang tidak bisa dilakukan oleh SBY untuk menyelamatkan kader Partainya dari tangan penegak hukum. Tapi karena sikap menjunjung tinggi hukum, maka SBY menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum yang berkeadilan.

Saat ini adalah menjadi aneh jika menyalahkan seorang Presiden yang tidak mau mengintervensi penegakan hukum dan mengaitkannya kepada AHY yang sedang berlaga di kontestasi politik Jakarta. Justru sebaliknya, publik harus lebih berpihak kepada SBY yang memberikan ruang penegakan hukum tanpa intervensi karena sikap itulah yang benar.

Coba kita sedikit merenung, kira-kira penguasa sekarang dan partai-partai pendukung Ahok apakah juga bersikap seperti SBY tidak mengintervensi hukum atau sebaliknya?
Mari kita jawab didalam hati dan menentukan sikap harus berpihak kepada siapa. Saya pribadi memilih berpihak kepada pemimpin yang tidak mengintervensi penegakan hukum.

Jakarta, 20 Desember 2016