Sejak ditetapkan sebagai pasangan calon Gubernur DKI Jakarta berpasangan dengan Prof. Dr. Hj. Sylviana Murni, AHY, panggilan lain Agus Harimurti Yudhoyono terus menyapa warga DKI.

Dalam kampanyenya AHY sering melontarkan kata-kata yang kemudian menjadi viral di media sosial dan menjadi perbincangan di kalangan khalayak. Saat AHY diremehkan oleh pengamat sebagai cagub ingusan Ia malah mengaku sebagai calon underdog. Baru-baru ini AHY juga mengatakan tentang gerilya dalam mendekati warga. Istilah gerilyapun kini menjadi familier dan diperbincangkan.

Calon gubernur DKI Jakarta, Agus Harimurti Yudhoyono, menyebut kunjungannya ke permukiman masyarakat sebagai “gerilya”. Ungkapan ini dianggap lebih mengasosiasikan dengan dirinya sebagai mantan prajurit TNI.

Dalam gerilya itu, Agus biasanya bertatap muka langsung dengan warga. Lantas, apa strategi gerilya Agus?

“Saya berdialog sambil bergerilya dan berjalan. Saya melakukan dialog,” kata Agus di Sungai Bambu, Jakarta Utara, Selasa (15/11/2016).

Dalam gerilya-nya saat ini, Agus tampak tak banyak berdialog langsung dengan masyarakat. Agus memiliki alasan tersendiri atas aksi tersebut.

Menurut Agus, sebelum turun ke suatu permukiman, dia sudah mengetahui dulu persoalan daerah tersebut. Informasi masalah itu disampaikan oleh masyarakat kepada Agus atau tim.

“Perencananya begitu, terstruktur tetapi spontan. Berdialog tetap spontan. Saya datang, tetapi ada pemberitahuan, enggak datang begitu saja,” katanya.

Langkah ini dilakukan Agus karena terbiasa bersiap sebelum melakukan kegiatan setiap hari. Persiapan itu mulai dari mencari, memetakan, dan menerima masukan isu dari berbagai forum komunitas.

“Secara khusus mereka menyampaikan hal-hal yang menjadi perhatian saya,” katanya.

Adapun, kata Agus, kedatangannya ke masyarakat untuk mengonfirmasi permasalahan yang disampaikan oleh perwakilan masyarakat. Selama ini, Agus memastikan keluhan dari perwakilan masyarakat itu memang benar terjadi di bawah.

Tiga program kerakyatan Agus-Sylvi sebenarnya merupakan penajaman dari 10 Program prioritas pasangan Calon Gubernur/Wakil Gubernur DKI Jakarta nomor urut 1 yang sebelumnya telah disampaikan dalam pidato politik Agus saat mengawali kampanye pada 30 Oktober 2016 yang lalu. Agus kembali memaparkan programnya untuk menjawab berbagai pertanyaan terkait visi Jakarta Untuk Rakyat yang diusungnya. Berikut isi pidato Agus seperti dimuat dalam berita kompas.com.

Calon gubernur DKI Jakarta, Agus Harimurti Yudhoyono, mengambil langkah berani dengan menawarkan program rentan kritikan. Secara garis besar, ada tiga program Agus yang secara teknis dijabarkan dalam pidato politik di Gelanggang Olahraga Remaja (GOR) Jakarta Utara pada Minggu (13/11/2016) lalu.

Tiga program itu yakni dana bergulir modal usaha, bantuan langsung sementara (BLS), dan anggaran per RW. Program-program tersebut untuk solusi mengentaskan kemiskinan dan pengangguran di Jakarta.

Rp 50 juta per usaha

Dalam pemaparan di hadapan massa pendukungnya pada Minggu kemarin, Agus mengatakan akan menganggarkan Rp 1 triliun dari APBD DKI Jakarta untuk modal usaha. Anggaran itu akan disalurkan ke 20.000 unit usaha.

“Setelah kami hitung, APBD DKI Jakarta memiliki ruang bagi kami untuk berikan dana bergulir Rp 50 juta untuk satu unit usaha,” kata Agus saat pidato politik di GOR Jakarta Utara, Minggu (13/11/2016).

Menurut Agus, dana bergulir ini akan mencetak usahawan baru, mengembangkan usaha mikro kecil dan koperasi, serta akan mengurangi angka pengangguran. Dari data BPS, lanjut Agus, masih ada 368.000 penganggur terbuka di Jakarta.

Agus menambahkan, angka itu belum ada setengah dari penganggur dan orang yang berisiko kehilangan pekerjaan yang dinilai cukup banyak. Dana bergulir, kata dia, dengan sendirinya akan menggerakkan perekonomian rakyat.

“Apabila satu unit usaha dapat menyerap 5 sampai 10 pekerja, maka program ini akan menghilangkan angka penggangguran 100.000 hingga 200.000 orang,” kata dia.

Rp 5 juta per keluarga miskin

Agus mengatakan, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), ada lebih dari 384.000 warga miskin, atau 128.000 keluarga miskin atau kurang mampu di Jakarta. Jumlah ini, kata dia, membuat moralnya tergerak. (Baca: Agus Jadi Gubernur DKI, Tiap RW Dapat Rp 1 Miliar Per Tahun )

Untuk itu, dia sudah mempersiapkan dana BLS untuk setiap keluarga miskin per tahun. Dana BLS itu sekitar Rp 650 miliar per tahun. Adapun dana itu akan dialokasikan kepada 128.000 keluarga miskin.

“Setiap keluarga miskin tersebut dapat menerima BLS sebesar Rp 5 juta per tahun atau lebih dari Rp 400.00 per bulan,” kata Agus.

Dana BLS itu di luar dari Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan Kartu Jakarta Sehat (KJS). Dengan BLS, Agus berharap warga miskin dapat terkurangi beban hidupnya.

Rp 1 miliar per RW

Program lainnya yang tak kalah berani dari Agus yaitu menganggarkan kepada RW di Jakarta dengan jumlah besar.

Angka anggaran per RW setiap tahunnya bila ia menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta mencapai Rp 1 miliar. Program ini berdasarkan banyaknya keluhan kepada Agus dari para komunitas yang kurang mendapatkan perhatian dan pemberdayaan saat di lapangan.

Padahal, kata dia, komunitas warga merupakan garda terdepan yang paling mengetahui permasalahan dan kebutuhan masyarakat di lingkungannya. Anggaran itu untuk menjadikan komunitas tersebut sebagai basis pembangunan Jakarta.

Selain itu, Agus juga mengatakan bahwa kebutuhan antara satu komunitas warga dan komunitas lainnya tidak selalu sama.

Bukan Program bagi-bagi uang

Agus mengakui bahwa program seperti ini kerap mendapatkan kritik tajam. Kritikan itu, misalnya, BLS disebut sebagai program bagi-bagi uang dan tak mendidik. Agus pun menekankan tak setuju dengan anggapan tersebut.

BLS, kata dia, bagian dari amanah konstitusi, di mana Pemprov DKI Jakarta harus bertanggung jawab terhadap warga miskin. Program ini juga memiliki target dan bersifat sementara. BLS dipastikan akan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan dasar, terutama pangan.

“Sementara ini diberikan supaya mereka menjadi lebih berdaya sehingga mampu menolong dirinya sendiri,” kata dia.

Saat mereka menolong diri sendiri, maka Pemprov DKI Jakarta bisa memberikan bantuan tak langsung. Agus sendiri mengatakan, untuk menjamin BLS diterima oleh pihak yang benar-benar membutuhkan, maka program ini harus dijalankan melalui sistem yang akuntabel dan transparan.

Ke depan, bila program ini dijalankan secara tepat sasaran, kemiskinan dapat diturunkan dari 3,75 persen menjadi 2,75 persen dalam lima tahun mendatang. Di sisi lain, lebarnya kesenjangan juga akan dipersempit. Indikator kesenjangan akan turun dari 0,41 persen menjadi 0,35 persen dalam lima tahun mendatang.