Sekretaris Jenderal (Sekjend) Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS), Hardjuno Wiwoho, dengan tegas mengimbau pilih pemimpin seakidah. Menurutnya, tidak ada tawar menawar bagi seorang muslim untuk tidak patuh dan taat terhadap perintah Tuhan yang memerintahkan memilih pemimpin sesama muslim. Hal ini diungkapkan oleh Hardjuno Wiwoho, Selasa (14/2) di Kantor HMS Jalan Kerinci.

Menurut Hardjuno, hal tersebut sudah menjadi harga mati bagi seorang muslim. “Bagi saya pribadi yang adalah seorang muslim sudah harga mati bagi saya untuk memilih pemimpin yang seakidah,” kata Hardjuno.

Harjuno menambahkan, tidak ada tawar-menawar soal hal itu. “Saya juga bukan ulama, namun sepengetahuan saya jika ada orang muslim yang dengan segala argumentasinya tetap memilih pemimpin yang non muslim, dan melanggar perintah Allah pada surah Al Maidah 51, maka wajib baginya untuk syahadat lagi,” tegas Hardjuno.

Hardjuno menyadari jika hak memilih seorang pemimpin dalam konteks pemilukada adalah hal politik setiap orang, dan itu lumrah dalam demokrasi. Namun Hardjuno menegaskan bahwa disisi lain sebagai ummat Islam wajib patuh terhadap perintah agama.

“Hal itu kan sudah jelas dalam Al Qur’an, jika kita patuh terhadap perintah Tuhan maka ganjaran adalah Surga, dan jika kita ingkar terhadap perintahNya maka nyata pula ganjarannya yaitu dosa dan Neraka” ungkapnya.

Senada dengan Hardjuno Wiwoho, seniman sekaligus musisi kritis, Bona Paputungan, juga meminta agar para elit tidak menambah keruh suasana. Menurut musisi yang terkenal dengan lagu “Andai Aku Gayus” itu mengatakan bahwa soal memilih pemimpin muslim bagi ummat Islam itu bukan hanya sekedar hak bagi orang muslim, tapi satu kewajiban.

“Memilih pemimpin muslim bagi orang Islam itu adalah kewajiban, jadi bukan bicara hak lagi. Jika bicara hak setiap orang bisa saja memilih pemimpin semaunya, jika mau ikut perintah Tuhan ya harus dong memilih pemimpin seakidah. Jadi terserah mau mendahulukan mana, hak atau kewajiban anda sendiri yang memilih,” ucap Bona.

Bona juga berharap, kisruh antara para negarawan yang kini mewarnai Pemilukada DKI kali ini bisa sedikit diredam. Karena menurutnya hal tersebut hanya merugikan masyarakat. ”Bagi para negarawan dihentikan dulu lah pertikaiannya, ini belum selesai soal rumah mantan presiden di demo, sudah muncul lagi soal curhatan mantan ketua KPK yang baru saja dapat hadiah grasi, dan akibatnya terjadi debat kusir di tengah-tengah masyarakat,” tutup Bona.|JKS/rpc