RUANG TERBUKA KALIJODO YANG MERAMPAS KEHIDUPAN MASYARAKAT MISKIN​

Oleh Ferdinand Hutahaean

​Keheranan tak henti-henti mengaduk-aduk pikiranku menyaksikan tayangan di beberapa stasiun TV baik dalam bentuk iklan maupun dalam bentuk informasi atau berita yang ditayangkan berulang-ulang tentang Ruang Terbuka Hijau Kalijodo.​

Tampaknya tayangan itu diputar berulang-ulang bukanlah karena kebutuhan informasi tapi tampak ada pesanan agar tayangan tersebut selalu menghiasi ditengah publik demi kepentingan politik dalam rangka Pilkada DKI Jakarta.

Lebih heran lagi saya ketika melihat identitas sebuah perusahaan yang diduga selama ini dekat dengan Gubernur sengaja ditutupi untuk mengelabui masyarakat.

Untuk apa logo perusahaan tersebut ditutupi jika memang tidak ada yang salah dengan logo tersebut? Apakah tujuannya untuk menutupi kedekatan Gubernur dengan kelompok pengusaha properti tersebut? Barlah Gubernur yang menjelaskannya, namun apapun itu jelas tersirat ada aroma busuk yang sedang ditutupi dalam penggusuran Kalijodo beberapa waktu lalu.​

Satu hal yang justru membuat hati menangis melihat tayangan tersebut adalah ternyata menggusur si miskin dari Kalijodo demi kepentingan sikaya.​

Lihatlah fasilitas di Kalijodo yang dibangun adalah fasilitas bermain untuk kalangan berada. Sebuah lapangan bermain yang tentu akan sulit diikuti oleh kaum miskin yang pasti tidak mampu membeli alat bermain seperti dalam tayangan tersebut.

Menggusur si miskin dan menyediakan tempat untuk si kaya tampaknya dijadikan pembenaran oleh untuk menggusur Kalijodo.​

Dan ironinya, hal tersebut dibanggakan sebagai prestasi hingga harus ditayangkan berulang-ulang oleh stasiun TV.

Betapa bangganya para pendukung Ahok dengan RTH Kalijodo tersebut yang merampas kehidupan si miskin yang justru semestinya harus dipelihara hidupnya. ​Inikah keadilan yang dimaksud Ahok? Adilkah menggusur si miskin dan membangun fasilitas untuk sikaya?

Jakarta lebih baik tidak punya lapangan skateboard seperti Kalijodo jika harus merampas kehidupan kaum miskin. Jakarta lebih baik tidak punya ruang terbuka jika harus menggusur dan mengusir masyarakat secara paksa dan tidak manusiawi.​

Dan tentu Jakarta akan lebih baik tanpa Gubernur yang merasa dirinya paling benar, paling manusiawi. Jakarta butuh pemimpin yang baik, yang mencintai rakyatnya dan dicintai rakyatnya apa adanya, bukan yang ditolak dan diusir oleh rakyatnya.

Jakarta, 14 Pebruari 2017