Yusri Usman, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI)

ENERGYW0RLD  – Permohonan ijin ekspor Konsentrat yang dikeluarkan 17 Feb 2017 untuk Freeport dan PT Aman sangat aneh dan memiliki modus.

“Ini modus penjajahan gaya baru,”ujar Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman yang dilansir Redaksi ENERGYW0RLD Sabtu,(18/2) di Jakarta.

Menurut Yusri saya curiga demo itu bagian dari skenario..supaya pemerintah menerbitkan izin eksport alasan kemanusian akan kena PHK dan alasan ancaman keamanan. “Padahal melanggar UU Minerba kebijakannya,”ujarnya.

Menurut Yusri katanya Pemerintah tidak tunduk pada setiap demo yang menuntut bertentangan dengan UU…”Ini jadi preseden buruk bagi pemerintah khususnya di sektor Kementrian ESDM. Publik akan membaca sebagai modus penjajahan gaya baru menguras sumber daya alam kita,” kata Yusri lagi.

Yusri bahkan melihat hal ini sangat parah…demo 1410, 411, 212 dan 112 yang diikutin jutaan manusia. “Pemerintah menyatakan tidak tunduk atas tekanan masa…loh ini demo hanya tidak sampai puluhan ribu, koq Pemerintah tunduk? Gagal paham saya,” lanjut Yusri.

Masih kata Yusri bahwa pemerintah dalam penegakan hukum tidak akan tunduk atas tekanan demo yang digelar sampai jutaan manusia, koq aneh demo cuma ribuan dan ancaman PHK saja Pemerintah langsung lunak dan langsung mengeluarkan ijin eksport konsentrat disaat tidak ada kepastian apakah IUPK yang sudah diterbitkan oleh Menteri ESDM pada tgl 10 Feb 2017 apakah diakui oleh PT Freeport Indonesia, “Karena faktanya mereka menolak IUPK tersebut, jadi apa landasan hukum pertimbangan Kementerian ESDM mengeluarkan ijin ekport konsentrat,” tandasnya.

menilai bahwa dalam UU Minerba nmr 4 thn 2009 dan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 1 tahun 2017 yang merupakan perubahan ke 4 dari PP nmr 23 thn 2010 tidak dikenal adanya IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) “Sementara”

“Sehingga penerbitan “IUPK Sementara” adalah perbuatan melawan hukum oleh penguasa yang merugikan negara,” jelas Yusri kepada Migasnesia (2/2/2017).

Hal ini menanggapi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan yang mengatakan, penerbitan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) tidak melanggar hukum dan juga tidak mengakomodir kepentingan PT Freeport Indonesia (PTFI).

Luhut menegaskan IUPK sementara adalah solusi terhadap pembuatan IUPK sebenarnya yang membutuhkan waktu yang lama.
Memanng sampai kini Pemerintah Masih Enggan Merinci Mekanisme IUPK Sementara dan ini dianggap akan mempermudah Izin Eskpor Konsentrat.

“Tidak (melanggar hukum). Kita cari solusinya,” kata Luhut di Kantor Menko Kemaritiman, Jalan MH Thamrin, Rabu (1/2/2017).

Ia juga menjelaskan bahwa dirinya sudah berbicara kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Jonan mengatakan, penerbitan IUPK sementara adalah solusi yang baik untuk saat ini.

“Saya sudah tanya Pak Jonan, kata Pak Jonan sih memang solusi sementara yang terbaik. Kalau tidak, kita keluarin izinnya yang prosesnya juga lama,” jelas Luhut.

Sebelumnya, Menteri ESDM, Igansius Jonan menyatakan PT Freeport Indonesi (PTFI) bisa saja mendapatkan izin ekspor mineral olahan atau konsentratnya kembali jika sudah menyerahkan berkas perubahan Kontrak Karta (KK) ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Freeport akan mendapatkan IUPK sementara jika sudah menyerahkan dokumen dan berkas perubahan KK menjadi IUPK tersebut. IUPK sementara dapat terbit dalam waktu cepat yakni satu sampai dua hari kerja. IUPK sementara itu akan menjadi legalitas untuk perusahaan tambang seperti Freeport untuk mendapatkan izin ekspor konsentrat tembaganya.

“Saya kira kalau Freeport mereka sudah memasukkan permohonan untuk mengubah dari KK jadi IUPK. Ini kita proses mungkin satu dua hari IUPK sementaranya juga terbit ya. Karena kalau proses yang permanen itu memang makan waktu,” kata Jonan.

Jonan menjelaskan, IUPK sementara ini dikeluarkan untuk menstabilkan perekonomian daerah. Sebab, jika Freeport tidak melakukan ekspor konsentrat tembaganya disinyalir akan mengganggu perekonomian dan menciptakan pengangguran.

“Kan tidak bisa kalau proses IUPK-nya itu makan waktu tiga bulan atau enam bulan terus enggak ekspor sama sekali, pasti akan mengganggu perekonomian di daerah itu dan juga menciptakan pengangguran yang besar,” jelas Jonan.| AAZ