JAKARTASATU – Pada September 2016 dan Pebruari 2017, Eenergy Watch Indonesia (EWI) pernah mengangkat dugaan penyimpangan realisasi kontrak konsultan perorangan atas nama Archandra Tahar yang saat ini menjadi Wakil Menteri ESDM di PT Pertamina EP Jakarta. Namun karena tidak ada langkah pro aktif dari pihak penegak hukum untuk menindak lanjuti kasus tersebut, maka EWI memutuskan akan mengambil langkah hukum dengan melaporkan dugaan tersebut kepada KPK.
Dari dokumen yang kami dapat, Kontrak yang ditanda tangani pada tanggal 21 Nopember 2013 dengan nilai USD 477,500 dengan nomor 3900248732 menyimpan banyak kejanggalan yang patut diduga berujung pada dugaan perbuatan pidana umum dan pidana korupsi serta pidana perpajakan. Kontrak yang seharusnya berakhir pada 7 Oktober 2015 mengalami Amandemen perubahan kontrak sebanyak 3 kali yaitu Amandemen I pada tanggal 8 Mei 2015 tentang penambahan scope pekerjaan menjadi USD 497,500. Amandemen kedua tanggal 3 November 2015 tentang perpanjangan waktu pelaksanaan akibat mundurnya pelaksanaan survay dan inspection untuk lapangan L Parigi dan Poleng menjadikan waktu pelaksanaan hingga 6 Desember 2016. Amandemen ketiga tanggal 6 Juni 2016 tentang Perubahan tata cara pembayaran,perubahan kurs dolar ke rupiah dan perubahan bank dari Bank of Amerika atas nama Archandra Tahar kepada rekening CIMB Niaga atas nama Fauline Ye Tahar.
Atas penelitian yang kami lakukan maka patut diduga ada 3 jenis pidana yang terjadi atas kontrak tersebut yaitu pidana umum dan pidana korupsi dan pidana pajak.
Yang Pertama pidana umum. pencantuman identitas Archandra Tahar yang didalam kontrak disebut sebagai Warga Negara Indonesia pemegang Pasport Nomor A0533785 bermukim di Amerika. Sementara atas temuan status kewarganegaraan Archandra Tahar yang mengakibatkan Archandra diberhentikan Presiden dari jabatan Menteri ESDM, dimana yang bersamgkutan terbukti telah menjadi Warga Negara Amerika sejak 2012 dengan pasport nomor 493081973. Dengan demikian patut diduga bahwa Archandra telah melakukan kebohongan dengan memberikan informasi dan dokumen yang tidak sah terhadap dokumen kewarganegaraannya yang berakibat hukum tidak syahnya kontrak tersebut, dan pidana kebohongan publik.
Yang kedua, dugaan pidana korupsi yaitu menyangkut realisasi pekerjaan yang dilaksanakan. Adanya dugaan realisasi fiktif sangat besar. Kontrak Nomor 3900248732 tanggal 21 Nopember 2013 Lampuran A.2 Ketentuan-Ketentuan Khusus Nomor 5 Peraturan Kerja huruf a yang mengatur Waktu Kerja yaitu di Jakarta adalah 8 jam dari jam 07.00 atau jam 08.00 sampai dengan jam 16.00 atau 17.00. Artinya advisor harus berada setiap hari di Indonesia pada jam kerja karena hitungan pembayaran dibayarkan sesuai jam kerja dengan total 1910 jam kerja sebagaimana Kontrak Nomor 3900248732 tanggal 21 Nopember 2013 Lampirn B.2 Tarif dan Harga Satuan atau setara dengan 239 hari kerja. Dugaan bahwa Archandra yang bermukim di Amerika tidak pernah tinggal di Indonesia pada periode kontrak selama 239 hari kerja. Dengan demikian patut diduga ada laporan kerja yang tidak sesuai realita atau fiktif.
Dan dalam laporan internal audit PT Pertamina EP Nomor : LAP-014/EP0100/2016-S0 tanggal 23 Desember 2016 point 3 Pelaksanaan disebutkan bahwa masih ada pekerjaan yang belum selesai yaitu pekerjaan Survay dan Inspection Pipe Line L PARIGI (CTR 7), X RAY (CTR 8), Poleng AW-BW (CTR 9) dan Poleng AW Flare (CTR 12) sementara pembayaran sudah dilakukan 100%.
Ketiga,pidana Pajak. Archandra Tahar yang didalam kontrak dinyatakan sebagai WNI, patut diduga tidak memiliki NPWP dan pajaknya diberlakukan mengikuti ketentuan subjek pajak luar negeri atau mengikuti Tax Treaty antara Indonesia dengan Amerika. Ketentuan ini seharusnya telah melanggar aturan karena sesuai jam kerja sebagaimana diatas yang dikonversi kepada hari kerja maka Archandra yang seharusnya sebagai WNI dan tinggal di Indonesia 239 hari untuk menyelesaikan kewajibannya wajib memiliki NPWP dan tidak boleh mengikuti subjek pajak orang di luar negeri.
Atas dugaan-dugaan tersebut datas, maka kami EWI demi tegaknya hukum di negara ini akan mengambil langkah hukum terhadap kontrak tersebut dengan melaporkan Archandra Tahar kepada KPK untuk ditindak lanjuti secara hukum apakah dugaan tersebut adalah benar sebagai penyimpangan atau tidak.