Oleh  Ferdinand Hutahaean

Temuan BPK atas potensi kerugian negara sebesar 5,65 Trilliun pada 34 Proyek PLTU bagian dari FTP II patut diapreasiasi meski angka itu belum menjadi sebuah angka yang final dan pasti. Angka itu masih merupakan angka potensi kerugian yang perlu dilakukan audit menyeluruh dan lebih tuntas supaya kejelasan dan status hukum dari 34 proyek tersebut jelas.

Kejelasan status hukum dari proyek tersebut amatlah penting dituntaskan supaya tidak menjadi fitnah kemana-mana terutama bagi PLN dan juga tidak menjadi mainan politik yang mendiskreditkan nama Presiden RI Ke 6 Susilo Bambang Yudhoyono.

Seperti kutipan judul head line Koran Tempo hari ini yang menggunakan judul tendensius Negara Merugi Rp.5,65 Trilliun Di Proyek Listrik SBY.

Ini contoh yang mendiskreditkan nama SBY, padahal proyek itu bukan proyek SBY tapi proyek negara yang dilaksanakan oleh PLN.

Judul tersebut juga bisa menimbulkan opini negatif kepada SBY karena seolah kerugian itu terjadi karena SBY.

Hal-hal seperti ini yang harus dihindari, status hukum yang tidak jelas mengakibatkan potensi merugikan nama baik orang tertentu dan merugikan nama baik para pihak yang terlibat dalam proyek tersebut.

Kita mendukung Pemerintahan Jokowi untuk menuntaskan masalah 34 proyek PLTU mangkrak tersebut yang total dayanya berkisar 622 MW. 34 PLTU tersebut adalah PLTU skala kecil yang memang diharapkan akan mampu meningkatkan ratio kelistrikan secara nasional dan diharapkan melistriki daerah-daerah yang masih kurang handal sitem kelistrikannya.

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan, dan berdasarkan keterangan dari Dirut PLN Sofyan Baasir, dari 34 proyek tersebut ada 11 proyek yang diterminasi atau tidak dilanjutkan dan 23 proyek diputuskan untuk dilanjutkan. Inipun menjadi pertanyaan, proyek diteruskan tanpa status hukum yang clear meskipun informasinya sudah mendapat nasehat teknis dan administrasi dari tim TP4D Kejaksaan Agung sebagai pihak yang akan mengawal proyek ini.

Yang jadi pertanyaan adalah, status kerugian negara tersebut apakah ada unsur korupsinya? Yang kedua, kerugian negara tersebut siapa yang bertanggung jawab? Dua pertanyaan ini harus clear ke publik supaya kerugian negara yang disampaikan BPK tidak menjadi mainan politik atau sebagai pembentuk opini semata.

Kita mendukung Presiden Jokowi untuk menyerahkan masalah tersebut kepada penegak hukum. Ini penting dilakukan untuk menghasilkan kepastian hukum, sehingga pihak-pihak yang selalu menjadi sasaran opini negatif bisa dibersihkan namanya.

Keterangan sementara penyebab dari mangkraknya proyek tersebut adalah disebabkan 3 hal utama yaitu, pertama ketidak matangan perencanaan, kedua ketidak mampuan financial kontraktor dan ketiga pengawasan yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, tidak dijalankan sesuai Keputusan Presiden.

Itulah penyebab utama mangkraknya proyek tersebut, artinya pihak PLN dan Kontraktor menjadi penanggung jawab utama.

Maka itu, sekali lagi sangatlah penting proyek mangkrak ini diselesaikan secara hukum, sehingga masalahnya menjadi jernih dan terang benderang. Apakah ada unsur korupsi atau tidak, siapa yang bertanggung jawab atas kerugian negara tersebut, semua harus jernih supaya isu ini tidak dijadikan menjadi mainan politik untuk mendiskreditkan pihak manapun.

Jakarta, 10 April 2017