Puluhan jurnalis DKI Jakarta yang tergabung dalam beberapa organisasi pers yaitu Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Aliansi Wartawan Radio Indonesia (AWRI), Selasa (18/4) di Jakarta,  mendeklarasikan “Jurnalis Jakarta untuk Pilkada Damai”, menjelang dilaksanakan Pilkada DKI,  Rabu  19 April 2017.

Deklarasi  berbunyi, Satu,  Jurnalis  menjunjung tinggi netralitas media dalam pemberitaan terkait Pilkada DKI Jakarta. Dua , Jurnalis  berkomitmen menolak isu yang menyangkut SARA  untuk dijadikan komoditas politik karena berpotensi memecah kerukunan dan kesatuan.

Tiga , Jurnalis  menolak hoax dan fitnah dalam setiap pemberitaan.Empat, Jurnalis  mendorong terciptanya peace journalism sesuai khitah wartawan sebagai perekat dan pemersatu bangsa.

Sebelum pembacaan deklarasi, digelar diskusi dengan narasumber Ketua Dewan Kehormatan PWI Jaya Kamsul Hasan, Ketua AWRI Trias Anggoro,   Ketua IJTI DKI Jakarta Fajar Kurniawan, dan Praktisi Media Budi Purnomo.

Kamsul Hasan mendukung penuh  deklarasi damai jurnalis Jakarta. Hal ini sesuai sesuai dengan fitrah wartawan yang independen dalam menyajikan karya jurnalistik.

“Wartawan itu harus independen dan harus membuat kedamaian. Wartawan tidak boleh melakukan  kekeruhan,” kata mantan Ketua PWI DKI dua periode ini.

Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers diatur bahwa kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang harus didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supermasi hukum, sebagaimana tercantum  dalam pasal 2.

“Hari ini kita ingin membuktikan bahwa kemerdekaan pers itu tidak boleh disalahgunakan.  Wartawan atau jurnalis adalah ujung tombak atau elemen utama dari kemerdekaan pers itu. Kemerdekaan pers tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan kelompok tertentu.
Dia adalah bagian dari kedaulatan rakyat yang harus dilaksanakan wartawan dengan  prinsip demokrasi, keadilan, dan menegakkan supermasi hukum,” kata dia.
Sedangkan  Ketua IJTI Jakarta Raya Fajar Kurniawan mengatakan  posisi jurnalis dalam perhelatan akbar seperti pilkada dan pemilu harus membela kepentingan publik.

“Saya bilang jurnalis itu manusia setengah dewa. Enggak diberitakan salah,  diberitakan masih salah juga. Artinya secara profesional kerja-kerja jurnalistik mereka harus berpihak kepada kepentingan khalayak, publik dan tidak memihak ke kubu tertentu. Itu idealnya,” tuturnya.

Di lain sisi, kata Fajar, jangan sampai jurnalis disudutkan terhadap suatu kondisi  lantaran karya jurnalistik yang sudah dihasilkannya.

“Misalnya dalam masa tenang ada salah satu paslon yang diduga melakukan pemberian sembako dan money politic. Faktanya ada, sebagai wartawan kita wajib memberitakan dong. Tapi boleh atau tidak itu diberitakan dengan rambu yang ada. Itu pertanyaannya,” ujar dia.

“Artinya, produk jurnalistik yang keluar jangan sampai dipersalahakan oleh para pihak, terutama kubu yang terlibat dalam pertempuran pilkada. Penting menjaga independensi dan jangan sampai produk kerja jurnalistik dipersalahkan,” jelasnya.