Kurang lebih dua jam yang lalu, pasangan Ahok-Djarto membuat pernyataan yang mengucapkan selamat atas keunggulan pasangan Anies-Sandi berdasarkan hasil quick count Pilgub DKI Jakarta putaran kedua pada 19 April 2017. Meski dengan disertai dengan penegasan “sambil menunggu” hasi resmi yang diumumkan KPU DKI Jakarta, namun secara substansial pasangan Ahok-Djarot mengaku secara de fakto kemenangan pasangan Anies_Sandi.
Kalau kita jeli, firasat kemenangan pasangan Anies-Sandi sudah terlihat pada 12 April lalu, seusai berakhirnya debat pamungkas Pilkada DKI Jakarta putaran kedua. Seperti terlihat melalui hasil survey yang dirilis berbagai lembaga survey di tanah air, pasangan Anies-Sandi unggul atas saingannya Ahok-Djaraot.
Lembaga Survei Indonesia (LSI) pimpinan Denny JA merilis hasil elektabilitas pasangan Ahok-Djarot sebanyak 40,5%. Sedangkan untuk Anies-Sandi 49,7% dan pemilih rahasia sebesar 9,8%.
Adapun Survei Median, mengumumkan pasangan calon gubernur nomor urut tiga, yakni Anies-Sandi berhasil unggul. Dimana Anies-Sandi mampu meraih elektabilitas sebanyak 49.8%. Sementara untuk pasangan nomor urut dua, Ahok-Djarot mendapat jumlah 43,5%. Untuk yang masih merahasiakan pilihannya sebanyak 6,7%.
Survei Poltracking Indonesia mencatat sebanyak 49,9% untuk Anies-Sandi. Sedangkan untuk Ahok-Djarot sebesar 35,0%. Adapaun yang masih merahasiakan pilihannya sebesar 15,1%.Survei Polmark Indonesia sama juga. olmark memenangkan eletabilitas Anies-Sandi sebesar 49,1% dan Ahok-Djarot 41,1%. Dalam hal ini, Polmark memiliki tingkat pemilih yang masih merahasiakan pilihannya sebanyak 9,8%.
Begitu pula hasil survei yang dilakukan oleh Survei Poltracking Indonesia menunjukkan Ahok-Djarot kembali kalah soal kepercayaan masyarakat. Dimana paslon nomor urut dua hanya mampu meraup suara 43,3%. Sedangkan untuk Anies-Sandi sebanyak 52,4%. Sementara yang masih merahasiakan pilihannya sebanyak 4,4%.
Pun juga Lembaga Survei Politik Indonesia (LSPI) mengeluarkan pasangan calon gubernur Ahok-Djarot hanya meraih 44,1%. Sementara untuk paslon Anies-Sandi sebesar 49,8%. Untuk pemilih yang merahasiakan pilihannya sebanyak 6,1%.
Maka itu sangatlah masuk akal jika merujuk pada hasil quick count yang diumumkan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pada pukul 14.55m sekadar sebagai sebuah contoh, setekah data yang masuk mencapai 62,29 persen, Anies-Sandi memperoleh suara 55,07 persen, sedangkan pasangan Basuki-Djarot mendapatkan 44,93 persen suara.
Sekadar sebagai perbandingan, hasil hitung cepat Indikator Politik dan beberapa lembaga survei lainnya perolehan Anies-Sandi malah jauh lebih fantastis. Berdasarkan data yang masuk mencapai 60,75 persen, Anies-Sandi memperoleh suara 58,93 persen, sedangkan Ahok-Djarot memperoleh 41,07 persen suara.
Sedangkan Indo Barometer dengan data masuk 60,67 persen menempatkan Anies-Sandi dengan perolehan suara 58,13 persen, sedangkan Ahok-Djarot 41,87 persen. Voxpol Center dengan data masuk 56,82 persen, Anies-Sandi mengungguli Ahok-Djarot dengan perbandingan 59,21 persen dan 40,79 persen.
Berarti, kisaran kemenangan Anies-Sandi di sekitaran antara 55 persen pada tataran yang minimum, hingga 58-59 persen pada tataran yang sangat ambisius. Namun fakta ini mengirim sebuah pesan yang jauh lebih penting untuk dimaknai.
Betapa keunggulan Anies-Sandi ini selain berhasil meraup suara 17 persen pendukung paslon nomor 1 Agus Harimurti Yudhoyono-Syliviana Murni, juga karena berhasil meraup suara yang cukup signifikan dari kubu Ahok-Djarot.
Hal ini bisa dibaca melalui keberhasilan Anies-Sandi memenangi suara di Jakarta Utara dan Jakarta Barat, yang pada putaran pertama Pilgub DKI Jakarta merupakan daerah basis pendukung Ahok-Djarot.
Berdasarkan data Pollmark dengan 92 persen suara sampel masuk,misalnya, di Jakarta Utara, Anies-Sandi berhasil menang 51% dan Ahok-Djarot 48% suara. Adapun di Jakarta Barat, Anies-Sandi memperoleh 52,90 persen, sedangkan Ahok-Djarot hanya mendapat 47,10 persen. Sedangkan Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan Jakarta Timur, sejak putaran pertama pun memang sudah milik Anies-Sandi.
Dalam hal ini, peran Boy Sadikin putra mantan Gubernur DKi Jakarta alm Ali Sadikin dan kader PDIP yang menyeberang ke kubu Anies-Sandi, bisa dipastikan sangat menentukan. Apalagi Boy Sadikin ikut bergabung sebagai anggota tim pemenangan Anies-Sandi. Kenapa? Sebab bersamaan dengan keluarnya Boy Sadikin dan menyebrang ke Anies-Sandi, maka ikut pula basis massa dan loyalis PDIP yang merupakan basis pendukung Boy Sadikin di PDIP.
Sejak Boy masih berkiprah di PDIP, setidakntya ada tiga DPC yang meupakan loyalis Boy Sadikin yaitu DPC Jakarta Barat, Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. Maka dengan perolehan suara yang cukup megejutkan di Jakarta Utara dan Jakarta Barat di putaran kedua kali ini, berarti basis massa PDIP ketiga wilayah ini diyakini lebih memilih Anies ketimbang Ahok.
Menariknya lagi, salah satu pertimbangan Boy Sadikin mengundurkan diri dari PDIP karena menentang kebijakan Ketua fraksi PDIP di DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi yang mendukung Reklamasi Teluk Jakarta. Sedangkan Boy Sadikin yang kala itu menjabat Ketua DPD PDIP DKI Jakarta, justru menentang keras kebijakan Pemda DKI tentang Reklamasi Teluk Jakarta.
Berdasarkan fakta tesebut, mundurnya Boy dari PDIP sejatinya didasari pertimbangan ideologis. Karena pemicunya adalah karena menolak kebijakan Reklamasi Teluk Jakarta yang didukung oleh Fraksi PDIP di DPRD DKi Jakarta.
Menyadari hal tersebut, maka sudah selayaknya jika agenda strategis Anies-Sandi begitu menjabat gubernur dan wakil gubernur adalah menghentikan Reklamasi Teluk Jakarta.
Inilah ujian pertama duet Anies-Sandi pada fase-fase awal masa jabatannya di Pemda DKI Jakarta. Sebab selain secara ekonomi-politik kebijakan Reklamasi Jakarta melekat dengan kepentingan-kepentingan korporasi dari komunitas bisnis non-pribumi yang sudah menggurita di tanah air sejak era Orde Baru hingga sekarang, kebijakan tersebut juga berpotensi bencana geopolitik
Sebab bersamaan dengan itu, pemerintah Republik Rakyat Cina secara geopolitik bermaksud menguasai daerah pantai utara Jakarta, yang kalau menelisik kesejarahannya, selalu menjadi pintu masuk kekuatan negara-negara asing seperti Belanda, Inggris dan Portugis, untuk menguasai Jakarta.
Selain dari pada itu, duet Anies-Sandi pun kiranya perlu menyadari bahwa penyikapan untuk menolak Reklamasi Teluk Jakarta itulah, merupakan salah satu katalisator meluasnya lingkup dan arus dukungan dari berbagai kalangan, untuk kemudian dengan penuh ketetapan hati memberikan dukungan suaranya pada duet Anies-Sandi.
Selamat Datang Gubernur Baru Jakarta.
Hendrajit/AKTL