JAKARTASATU – Hal Mengerikan akan Terjadi jika Masyarakat & Aparat Mudah Tuduh Kelompok/Orang Teroris, demikian salah satu pengamat muda mengingatkan kepada siapapun agar tidak mudah menuduh orang atau kelompok sebagai teroris atau radikalis. Stigma yang diberikan ini menurut dirinya hal yang tidak pantas, apalagi jika distempeli lalu kehidupan mereka terganggu akibat tuduhan itu.
“Bayangkan hidup anak-anak yang keluarganya terduga terorirs yang dituduh, distigma sepanjang hidup mereka, publik ikut menghujat mereka yang tidak tahu apa-apa,” kata Dahnil Anzar Simanjuntak, di akun Twitter pribadinya.
Dahnil pun mensanksikan toleransi akan terbentuk apabila hal itu terus digaungkan. Ia menyarankan, model pemberi stempel negatif itu agar tidak alergi dengan dialog.
“Bagaimana Anda bisa mempersatukan bila terus menebar tuduhan radikalis, anti toleransi, miskin dialog. Yang ada justrus monolog, bahwa Anda paling toleran.”
Sebagai contoh, kasus yang belum lama ini ditangani Pemuda Muhammadiyah adalah kasus terduga teroris. Ormas kepemudaan ini begitu intensi ikut menelusuri. Sampai-sampai terlihat di luar bahwa yang membantu bersinggungan dengan kelompok radikalis.
“Ketikan keluarga Siyono kehilangan rasa keadilan, bayangkan jika yang datang membantu adalah radikalis. Maka dendam akan menjadi teor yang mengerikan,” tandasnya. | RI/JKST
43 Ribu Media Abal-abal Jelang Pilkada Pemicu Keresahan
JAKARTASATU– Anggota Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah Mustofa Nahrawardaya mengatakan, media memiliki peran strategis dalam membentuk dinamika yang ada. Namun hal itu, apakah justru membuat hal positif ataukah negatif.
“Saya mencatat ada sekitar 43 ribu media abal-abal pada masa Pilgub kemarin mewarnai dinamika di tengah masyarakat. Media abal-abal itu dipakai buat propaganda,” kata Mustofa dalam seminar Peran Media Dakwah dalam Membendung Paham Radikalisme di STMIK Bani Saleh, Kamis (27/4/2017), Bekasi, Jawa Barat.
Ia menjelaskan, tidak dipungkiri media abal-abal tersebut menjadi salah satu pemicu keresahan kondisi di masyarakat dalam situasi Pilgub DKI kemarin.
“Belum lagi saya kemarin buat riset diikuti lebih dari 1000 responden. Ketika pertanyaannya; apakah penggunaan kata Islam radikal sengaja dibuat atau tidak? Jawabannya 83 persen responden menjawab kalau itu memang dibuat,” paparnya.
Sehingga menurutnya, ke depan perlu ada antisipasi dalam menyikapi penyebaran informasi-informasi yang mengarah kepada perpecahan bangsa. RI