JAKARTSATU – Hari ini, 1 Mei 2017, puluhan ribu buruh (dan juga kelompok-kelompok masyarakat lainnya), turun ke jalan melakukan aksi protes—aksi demonstrasi, bukan untuk bersenang-senang. Satu Mei, yang merupakan Hari Buruh Internasional, menjadi momentum bagi kaum buruh dan seluruh rakyat untuk menyatukan diri dalam perjuangan bersama.
Ilham Syah, Ketua Umum KPBI (Konfederasi Buruh Indonesia) menyatakan “Kaum buruh Indonesia adalah bagian dari kekuatan rakyat yang saat ini paling terorganisir. Kita pernah melakukan tiga kali aksi mogok nasional, yang melibatkan jutaan buruh. Ini bukan kekuatan yang kecil. Namun kami menyadari bahwa kekuatan buruh yang cukup besar ini mayoritas masih bergerak untuk kepentingan buruh saja. Padahal sejatinya persoalan yang dihadapi rakyat juga merupakan persoalan bagi kaum buruh,” ujar Ilham Syah
Untuk May Day kali ini, KPBI yang tergabung dalam Gerakan Buruh Untuk Rakyat, bersama-sama akan mengangkat enam persoalan rakyat Indonesia, yaitu persoalan demokrasi partisipatif,  penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam yang harus melibatkan partisipasi rakyat, penyelesaikan konflik agraria termasuk mengembalikan tanah-tanah rakyat yang dirampas koorporat maupun negara dan menghentikan segala upaya perampasan tanah rakyat, melawan tindakan-tindakan korupsi yang dialukan pejabat negara maupun koorporat, serta menuntut pelayanan pendidikan dan kesehatan gratis untuk seluruh rakyat Indonesia, dan terakhir adalah penolakan atas upah murah yang dilegalkan oleh PP 78 2015, juga penolakan sistem kerja kontrak, outsourcing dan sistem kerja magang.
Untuk menjelaskan tema tersebut, Ilham Syah yang juga menjadi juru bicara Gerakan Buruh Untuk Rakyat menyampaikan “bahwa saat ini, semua rakyat Indonesia sedang terancam oleh bangkitnya Militerisme dan pola-pola anti demokrasi Orde Baru. Pembubaran-pembubaran diskusi terjadi di mana-mana, bahkan semakin sering terjadi pelarangan berserikat di pabrik-pabrik. Dan, belum lagi kriminalisasi bagi rakyat yang melakukan aksi-aksi protes. Kami juga sadar, saat-saat ini ada pihak-pihak yang ingin menghancurkan persatuan kaum buruh, persatuan rakyat dengan menggunakan isu-isu rasis. Oleh karen itu, dalam May Day kali ini, kami akan mengkampanyekan perlawanan terhadap setiap pemecahbelahan rakyat dengan isu rasisme,” sambung Ilham Syah
Sementara itu Yahya, Ketua Umum Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN) menambahkan, “kami, buruh juga menyadari bahwa kasus-kasus perampasan tanah yang semakin meningkat dalam pemerintahan Jokowi, selain menyingkirkan para petani di desa maupun rakyat miskin di perkotaan, justru menambah barisan pengangguran, dan itu membuat upah kaum buruh menjadi semakin murah. Untuk itu, kami berjuang untuk menghentikan perampasan-perampasan ruang hidup rakyat baik desa maupun perkotaan,” ujar Yahya.
Dalam May Day kali ini, Gerakan Buruh Untuk Rakyat yang terdiri dari KPBI, SGBN, KSN, SP Bank Permata, Serikat Pekerja Bank Danamon, Arus Pelangi, SP Jhonson, KPR, BMI, KPRI, PRP, KPA, Politik Rakyat, KPO PRP, SGBM, Perempuan Mahardhika, PPAS, FKI, serta Aliansi Mahasiswa Indonesia—SMI, FMK, LMND, GPMJ, SPMN, dan juga mahasiswa-mahasiswa dari ILMISPI (Ikatan Lembaga Mahasiswa Ilmu Sosial dan Politik Indonesia), mengerahkan sekitar 10 ribu massa yang bergerak dari depan kampus UI Salemba, kemudian menyusuri jalanan hingga daerah Pasar Senen, lalu ke Patung Tani, dan nantinya bergabung dengan ratusan ribu massa buruh lainnya untuk mengepung Istana Negara. Grup Band Marginal yang kental dengan lagu-lagu perjuangannya turut serta dalam aksi Gerakan Buruh Untuk Rakyat ini, bersama dengan Red Squad—Band dari kalangan buruh sendiri. Barisan massa ini juga dimeriahkan oleh aksi Reog persembahan dari Serikat Pekerja Bank Danamon dan Serikat Pekerja Bank Permata.
Di samping tuntutan di atas, Nuzul salah satu pimpinan perempuan dari Konfederasi Serikat Nasional juga menjelaskan, “kaum buruh Indonesia juga melawan setiap kejahatan korupsi, termasuk kasus korupsi di jaman Orde Baru hingga korupsi di jaman ini. Semua pelakunya harus dipecat, ditangkap dan dimiskinkan. Buruh juga menuntut agar akses pendidikan dan kesehatan digratiskan untuk seluruh rakyat Indonesia. Jangan lagi berkedok jaminan sosial tapi rakyat disuruh bayar,” kata Nuzul.
Selanjutnya Gerakan Buruh Untuk Rakyat, tidak hanya berhenti pada momentum May Day, melainkan merencanakan serangkaian kegiatan perlawanan pada tanggal 2 Mei (Hari Pendidikan Nasional), 8 Mei (Hari terbunuhnya Marsinah), 12-14 Mei (Peringatan tragedi kemanusiaan ’98), 21 Mei (Hari jatuhnya Soeharto) dan momentum-momentum lainnya. | Fathurrahman Arroisi