Oleh M. Abrar Parinduri, S.Ag, MA

JAKARTASATU – SIKAP dan perlakuan beda yang ditunjukkan Polri dalam merespon aksi pendukung Ahok dengan aksi umat Islam, disesalkan. Kritik pedas disampaikan terutama terhadap Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Tito dianggap merusak citra polisi di hati rakyat.

Seorang dosen di Universitas Medan, M. Abrar Parinduri, S.Ag, MA, menyuarakan keprihatinan atas sikap Tito. Abrar menulis sebuah surat terbuka. Surat itu ditujukan kepada Kapolri dan beredar viral diantara grup-grup Whatsapp. Berikut isi lengkap surat terbuka M. Abrar Parinduri kepada Kapolri:

“Tulisan ini saya tujukan kepada Bapak Tito Karnavian (Kepala Polisi Republik Indonesia) yang menghilang pasca amuk massa pendukung Ahok di LP Cipinang serta aksi yang tak sepatutnya dilakukan di dalam Balai Kota DKI Jakarta. Saya sengaja tak menggunakan kata Jenderal, karena pangkat itu terlalu berharga dan hanya pantas diberikan pada orang-orang yang memahami betul apa arti bintang kehormatan dalam dirinya.”

“Pak Tito yang terhormat, saat aksi damai 411 dan 212, saya melihat Anda terlalu sibuk mondar-mandir tak tentu arah dan berteriak dengan lantang bahwa tidak boleh ada aksi turun ke jalan yang mengganggu masyarakat dan ketertiban umum. Bahkan dengan percaya diri Anda katakan akan menindak tegas siapa saja yang bertindak anarkis serta melakukan aksi diluar batas jam yang ditentukan.

Pak Tito yang terhormat. Saat belum puas menakut-nakuti masyarakat dengan aksi tindak tegas Anda, hal konyol pun Anda lakukan dengan menuduh beberapa orang melakukan aksi makar terhadap Presiden. Tetapi selang beberapa waktu setelah aksi tangkap Anda, tak satupun yang terbukti melakukan itu. Saya meragukan kinerja intelijen Anda serta bintang yang disematkan pada seragam dinas Anda.”

“Pak Tito yang terhormat. Kini di saat aksi pendukung Ahok yang jelas-nyata menyalahi aturan waktu demonstrasi serta sikap anarkis mereka dengan mendorong paksa pagar LP Cipinang, saya tak melihat Anda muncul di televisi dengan wajah garang dan super ketat seperti Anda tunjukkan ketika menanggapi aksi damai 411 dan 212, bersama Kapolda Metro Jaya dengan bangga Anda membubarkan paksa aksi damai Umat Islam seolah menegaskan bahwa aksi kami (Umat Islam) adalah aksi tidak terdidik, tidak tertib dan anarkis.”

“Pak Tito yang terhormat. Ajarkan kami mengeja arti kata Pengayom dan Pelindung masyarakat dalam semboyan institusi Anda. Bukankah kami semua masyarakat Indonesia berhak mendapat pengayoman dan perlindungan yang sama? Atau apakah semboyan itu hanya berlaku pada agama dan kelompok tertentu saja?

Pak Tito yang terhormat. Jadilah ayah yang baik bagi prajurit Anda yang mungkin nan jauh di pelosok desa sana, mereka berpeluh keringat membangun image di masyarakat agar mendapat tempat di hati rakyat di sekelilingnya guna menjadi ksatria yang gagah berani, patuh pada hukum yang menjadi dasar tindakan dan pekerjaannya serta dapat berlaku adil terhadap masyarakat tanpa pandang agama, status sosial serta kedudukan mereka.”

“Pak Tito yang terhormat. Jadikan bintang kehormatan itu layak disematkan pada orang-orang yang tepat agar anak cucu kami memahami bahwa tak mudah meraih gelar jenderal, ia adalah gelar sakral dan hanya untuk orang-orang terbaik-butuh integritas serta moralitas dalam menyandangnya dan kamipun mendoakan semoga Bapak termasuk di dalamnya (jenderal yang berintegritas dan bermoralitas serta mampu jadi suri tauladan bagi prajurit polisi lainnya).”

*) Penulis adalah dosen di salah satu perguruan tinggi di Medan
(sumber rmoljakarta)