Tulisan sangat bagus, yang hobi ngoprek dan orang hukum kudu membaca artikel ini. Siapa tahu nanti ada movie Mak Lampir seperti pada kasus Jessica. Untuk memahami bukti Mak Lampir. (Djoko Edhi Abdurrahman).

Pernyataan Kapolda “Penyebar Chat Rizieq dari Anonymous Amerika”, Pengamat IT: Gugurlah Status Tersangka HRS

Kapolda Metro Jaya Irjen M Iriawan mengatakan bahwa penyebar konten chat seks tersangka Rizieq Shihab dan Firza Husein berasal dari kelompok peretas atau hacker yang mengatasnamakan diri sebagai Anonymous. Berdasarkan penelusuran penyidik pula, diketahui domisili penyebar awal konten mesum itu di Amerika Serikat.

“Itu dari luar, dari Amerika, Anonymous. Kami sedang lakukan penyelidikan,” tutur Iriawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (8/6/2017).

Link: http://news.liputan6.com/read/2982697/kapolda-penyebar-chat-seks-rizieq-firza-hacker-dari-amerika

PERNYATAAN/Pengakuan Kapolda ini dinilai secara otomatis menggugurkan status TERSANGKA Habib Rizieq.

Hal ini dinyatakan pengamat IT, Canny Watae.

Berikut penjelasan Canny Watae melalui akun fb-nya:

Penyebar Chat Seks Rizieq – Firza Hacker dari Amerika (????).

What????

Katanya dari kelompok Anonymous pula (?)

Kapolda Metro Jaya yang mengeluarkan statement ini baru saja “membebaskan” Habib Rizieq dari status tersangka. D’you know how?

Ada banyak poin yang dapat menggambarkan hal itu, dengan hanya menyimak pernyataan Kapolda Metro sebagaimana dilansir situs Liputan6 siang tadi.

(1) Dengan menyatakan bahwa sumber konten yang digunakan kepolisian untuk menyangka HRS melakukan pelanggaran hukum adalah (dari) kelompok Anonymous, berarti Kapolda Metro telah menyatakan bahwa sumber data mereka adalah sumber yang belum dapat dipastikan validitasnya. Mengapa? Karena the Anonymous itu BUKAN organisasi resmi. Bagaimana bisa mengecek (validasi) sebuah konten apabila sumbernya bukan organisasi resmi?

Para Anons yang ada dalam kelompok Anonymous melakukan aktivitas peretasan mereka bukan atas dasar perintah (directives) “organisasi”, melainkan lebih sebagai upaya mewujudkan ide. Ide-idenya datang dari siapa pun dalam paguyuban mereka, tanpa melihat apa “jabatan” si sumber ide (wong nggak ada struktur jabatan di sana, lha wong bukan organisasi resmi, lha mau dibilang organisasi juga bukan?).

Nah, kalo ada ide “iseng” dari seorang Anon dirasa menarik oleh Anon lain (alasan mengapa dirasa menarik juga tergantung penilaian masing-masing) barulah terjadi aksi peretasan. Kalau mereka berhasil meretas masuk (seringnya adalah iya, berhasil), maka mereka secara “jantan” memberi “kabar” berupa perubahan tampilan situs yang diretas (hacked) bahwa situs tersebut “dikuasai” the Anonymous.

Sepupu dari meretas adalah “menyerang”. Dalam mode “menyerang”, para Anons menyerbu server sebuah situs sampai situs web itu kewalahan merespons kunjungan, dan, down!

(2) Pertanyaannya: Apa Polda Metro Jaya tidak salah cari? Katakanlah Polda Metro Jaya berhasil menemukenali satu, dua, sepuluh, atau seribu Anon, tidak ada barang bukti materiil yang dapat disita untuk menjadi alat validasi. Para Anons main ide. Bukan bermain edit-editan screenshot layar WhatsApp(!).

Mengapa pula saya bilang “edit-editan” di sini? Karena kalau toh berhasil meretas masuk ke server layanan WA (untuk mendapat material yang kemudian mereka posting ke internet melalui situs web), mereka bukan mendapatkan tampilan layar-layar hape yang sedang saling berkomunikasi WA (!).  | DEA