SAYA INDONESIA, SAYA PANCASILA, PLAGIASI LETAT CEST MOI?

Oleh : Ferdinand Hutahaean
RUMAH AMANAH RAKYAT
BELA TANAH AIR

Belakangan ini memang marak dugaan plagiasi seperti yang dilakukan oleh seorang remaja putri bernama Afi di media sosial yang bahkan di puja puji serta di undang bertemu dengan Presiden pada hari Pancasila yang baru berlalu. Undangan itu bahkan cenderung menjadi seperti simbolisasi bahwa tulisan Afi yang mengambil tulisan orang lain (Plagiator?) itu sebagai Pancasila. Mungkin juga saya salah mempersepsikan jamuan Presiden di hari Pancasila kepada Afi yang ternyata tulisannya adalah hasil plagiasi sebagai simbolisasi Pancasila karena Afi berani berpikir miring dan berbeda dengan sebut saja kelompok yang beda politik dengan penerintah.

Afi menjadi kebanggaan pagi pemerintah karena dianggap mewakili hati pikiran rejim berkuasa, hingga lupa memeriksa dan memfalidasi keaslian karya tulis Afi yang belakangan ternyata patut diduga adalah hasil plagiasi. Begitulah realita saat ini yang terjadi.

Letat ches moi artinya negara adalah saya. Ungkapan ini tenar diucapkan oleh seorang penguasa Prancis terlama yaitu Raja Louis XIV. Louis XIV yang lahir tanggal 5 September 1638 menggantikan ayahnya Louise XIII yang wafat saat Louis XIV masih berusia 5 tahun. Maka praktis Louise XIV menjadi raja sejak usia 5 tahun dan mulai memerintah secara resmi sejak tahun 1661 hingga 1715. Louis XIV sering juga disebut dengan sebutan Le Roi Soleil atau Raja Matahari.

Absolutisme dalam pemerintahan Louis XIV benar-benar terwujud karena pemerintahannya berjalan tanpa aturan, tanpa konstitusi, tanpa pengawasan dan ranpa rancangan anggaran. Semua berjalan sesuai keinginan dan kehendak Louis XIV, maka ucapannya adalah aturan dan titahnya adalah hukum yang tidak boleh dibantah dan harus dijalankan.

Mungkin juga kira-kira Louis XIV berkata seperti ini, “Saya tidak mau tahu, pokoknya Saya adalah Negara, titahku adalah hukum, kata-kataku adalah aturan, jangan bantah Saya.” Ini cuma halusinasi saya membayangkan Louis XIV bicara sembari mengingat Jokowi berkata : “Saya tidak mau tau caranya, harga daging sapi harus 80 ribu / kg.” Begitulah saya mengutip Jokowi setahun lalu terkait harga daging sapi. Mudah-mudahan Saya tidak salah kutip, kalaupun salah, maafkanlah Saya yang tidak ingin dikriminalisasi gara-gara tulisan.

Lantas apa hubungannya antara ucapan Louis XIV yang menyatakan SAYA ADALAH NEGARA dengan kalimat SAYA INDONESIA, SAYA PANCASILA? Ungkapan terakhir ini sepemahaman saya (mudah-mudahan tidak salah) bersumber dari pemerintah atau juga mungkin kalimat dari Presiden sebagai kepala Penerintahan pada saat peringatan hari lahirnya Pancasila 1 Juni yang baru berlalu.

SAYA INDONESIA, adalah ungkapan yang sama dengan SAYA ADALAH NEGARA. Indonesia adalah Bangsa, Indonesia adalah Negara. Dengan demikian, ungkapan SAYA INDONESIA itu adalah sama artinya dengan SAYA NEGARA karena Indonesia adalah Negara. Saya kembali memutar isi kepala Saya yang sudah mulai kusut sekusut masalah negara ini. Pikiran Saya bertanya, apakah Jokowi terinspirasi dari Louis XIV yang menyatakan Saya Adalah Negara sehingga melahirkan kalimat Saya Indonesia?

Pertanyaan selanjutnya yang justru lebih penting adalah dampak dari ucapan Saya Indonesia itu. Kembali Saya mencoba mengorek-ngorek nalar Saya yang memang sedang gelisah dan risau melihat situasi berbangsa saat ini. Jika benar Jokowi mengidentikkan diri sebagai Negara, maka Saya pastikan kita sedang menuju era rejim tirani, era absolutisme dan bukan lagi sebagai negara berbentuk Republik tapi menjadi kekuasaan monarki atau kerajaan. Maka yang tidak sepaham dengan Jokowi bisa diartikan bukan Indonesia, anti NKRI dan tidak mau tahu harus dilabeli sebagai musuh dan dipisahkan dari Indonesia. Saya Indonesia, Kamu bukan Indonesia..!! Begitulah mungkin titah sang baginda bagi siapa saja yang tidak sepaham dan tidak seturut dengan keinginan serta pemahaman raja. Sekali lagi ini cuma halusinasi saya, maafkan Saya jika salah, dan jika Saya benar, cukup baginda tersenyum kecil tanpa perlu memberikan Saya hadiah Sepeda.

Yang kedua adalah ungkapan SAYA PANCASILA. Pancasila itu sesungguhnya tidak bisa di identikkan sebagai sebuah kata benda karena Pancasila itu sarat dengan kata kerja. Lantas kenapa Pancasila itu harus dibendakan semata? Di puja seperti benda berhala tapi tidak dikerjakan dan tidak di implementasikan dalam kebijakan? Sedih rasanya Pancasila hanya dijadikan benda dengan menyatakan Saya Pancasila. Degradasi makna dan degradasi ruh Pancasila yang luar biasa.

Degradasi terhadap Pancasila itu amatlah berbahaya dan akan semakin berbahaya jika Pemerintah atau Presiden mengidentikkan dirinya adalah Pancasila. Maka setiap orang atau kelompok yang tidak sepaham dan tidak sepikiran dengan Pemerintah atau Presiden akan dianggap bukan Pancasila. Ini tentu mengerikan bagi masa depan Pancasila dan masa depan Kebhinekaan. Siapapun dipaksa harus sepaham dan sepikiran serta menurut pada pemerintah. Yang tidak bersedia, maka akan dilabeli sebagai anti Pancasila.

Saya jadi berpikir dan menggaruk kepala yang sesungguhnya tidak gatal. Saya saat ini tidak sepaham dan tidak sepikiran dengan pemerintah dan dengan Jokowi. Apakah Saya bukan Indonesia? Apakah Saya tidak Pancasilais? Ahhh tak ingin rasanya menjawab, Saya mungkin diam saja dalam kata-kata tapi tidak akan diam dalam perbuatan. Intinya Saya akan melawan bila dilabeli sebagai bukan Indonesia dan anti Pancasila.

Sebetulnya Saya masih ingin menuliskan artikel ini lebih panjang, namun saya kuatir akhirnya tidak dibaca dan jadi percuma. Masih banyak yang belum saya tuliskan, meski saya berharap artikel ini bisa mewakili banyak Jiwa dan banyak perasaan anak bangsa.

Terakhir sebagai penutup, Saya tetap dalam sikap yang menduga bahwa ungkapan Saya Indonesia, Saya Pancasila itu adalah sama dengan pernyataan Louis XIV yang menyatakan Saya Adalah Negara. Mungkinkah Saya Indonesia itu adalah plagiasi dari ucapan Louis XIV? Saya tidak tahu, saya hanya sekedar bertanya daripada pikiran itu membusuk dikepalaku, maka Saya tuliskan.

Pak Presiden, Saya harus nyatakan, tuan bukanlah negara..!! Presiden akan berlalu dan berganti, tapi negara tidak akan berlalu.

Semarang, 14 Juni 2017