Yusril Ihza Mahendra/ist

JAKARTASATU– Pakar hukum tata Negara, Prof. Yusril Ihza Mahendra mengingatkan pemimpin agar berhati-hati kepada bawahannya sendiri. Pasalnya, bisa saja dengan kasus-kasus yang ada ternyata itu bisa disebabkan oleh anak buahnya, bukan dirinya sebagai pemimpin.

“Kita itu kalau jadi pemimpin harus berhati-hati betul. Kalau tidak, kita bisa dikerjain sama anak buah. Saya pernah memiliki pengalaman begini. Saya pernah dinyatakan sebagai tersangka tiga tahun.

Lalu satu hari saya diceritakan Pak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bahwa ada laporan Jaksa Agung dengan mengatakan ‘Yusril akan kami jadikan tersangka’.

Lalu SBY bertanya: ‘Kenapa? Ia sahabat saya…, bla, bla, bla,…begitulah. Kemudian Jaksa Agung menjelaskan bahwa ia telah miliki dua alat bukti kwitansi atas perjalanan saya ke luar negeri. Lalu saya tidak bisa apa-apa,” ceritaya, saat menjadi Menkum HAM, Jum’at (16/06/2017) di Matraman, Jakarta.

Yusril pun meminta diperlihatkan kwitansi yang dituduhkan tersebut. “Lalu saya desak dan saya tanyakan mana dua alat bukti kwitansi itu. Ternyata kwitansinya itu seperti kwitansi yang di warung-warung dan bisa dibeli segepok.

Tertulis saya terima Rp. 15 juta. Satu lagi Rp. 10 juta. Itu biaya pertambahan biaya perjalanan ke Afrika dan ke Jenewa. Dan yang aneh iu tandatangannya seorang wanita, bukan saya,” ceritanya.

Tetapi saat itu jaksa nampak menerima apa yang dituduhkan ke dirinya. Bahkan saat ia membela diri pun nampak tidak diterima dan dimentahkan. “Saya dikatakan oleh jaksa: ‘Anda bisa saja berdebat. Tetapi ini sudah ada dua permulaan alat bukti.’ Betul-betul gila. Itulah yang terjadi ke saya.

SBY dikerjain Hendarman. Hendarman dikerjain lagi sama anak buahnya. Anak buahnya dikerjain…., dan seterus-terusnya. Bisa jadi analalogi dengan situasi seperti sekarang. Kita jadi pejabat itu harus hati-hati,” tutupnya. | RI/JST