JAKARTASATU – Pengamat muda dari PP Muhammadiyah, Mustafa Nahrwardaya merespon ucapan Menristek Dikti di media yang menyebutkan bahwa mata muliah agama di setiap kampus atau perguruan tinggi mesti diberikan di urutan semester akhir. Tujuannya menurut menteri adalah untuk mengurangi pengaruh paham radikalisme dan ekstrimisme yang dikhawatirkan menjangkiti mahasiswa.

Mustafa pun menyebut ucapan sang menteri tersebut sebagai tuduhan, di mana agama dianggap sebagia pemicu lahirnya radikalisme dan ekstrimisme di perguruan tinggi. “Menurut saya, ini sangat serius. Menuduh mata kuliah agama sebagai pemicu radikalisme, apalagi ekstrimisme. Anda sependapat?

Mahasiswa demo, sudah ada sejak baheula. Orang berkelahi juga sudah ada sejak kapan tahun. Kenapa agama yang disalahkan?” tulisnya di akun Twitter pribadi milikmya @NetizenTofa, Rabu (21/06/2017).

Apabila menteri tetap merasa ketakutan dengan pendidikan agama di perguruan tinggi di urutan pertama, ia meminta M. Nasir untuk memberitahukan di mana letak pemicunya. “Jika benar agama ditakutkan sebagai pemicu ekstrimisme di kampus, radikalisme mahasiswa, di bagian mana pemicunya?”

Menurutnya, rezim ini melalui menterinya nampak mempermasalahkan kehadiran agama di tengah dunia pendidikan. Padahal, lanjutnya, rezim Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang memimpin 10 tahun tidak demikian.

“32 tahun Orba (orde baru), dan juga setelahnya, hingga Paj SBY menjabat sebagai Presiden 10 tahun, rasanya ga gini-gini amat. Sejak kapan pendidikan agama tiba-tiba jadi masalah di dunia pendidikan? Saya ras ini berbahaya.” |RI/JKST