JAKARTASATU – Kasus Pertemuan GNPF-MUI dan Presiden Jokowi di Istana Negara, hari pertama Idul Fitri lalu, menjadi perbincangan publik khususnya umat Islam politik. Kasus Pertemuan ini menimbulkan lebih banyak kontra ketimbang pro.

“Salah satu sebabnya, selama ini umat Islam politik sudah punya persepsi dan sikap politik negatif terhadap Rezim Jokowi. Kasus pertemuan  menjadi negatif bagi umat Islam dapat dibuktikan dati pernyataan dan opini di berbagai media massa dan sosial,” demikian kata pengamat Muchtar Effendi Harahap, melalui siaran persnya yang didapat jakartasatu.com, Selasa (4/7/2017).

Di samping itu menurut pengamat dari NSEAS ini, kasus pertemuan politik tersebut telah menimbulkan beragam implikasi terhadap komponen-komponen umat Islam lain dan kondisi perbincangan atau perdebatan sesama umat Islam.

“Sejumlah implikasi dimaksud dapat menjadi dasar penilaian, pertemuan itu  menjadi menarik dan unik.”

Beragam implikasi dimaksud dari kasus pertemuan GNPF-MUI dan Jokowi di antaranya adalah adanya perdebatan pro kontra  muncul di berbagai media massa dan sosial. “Menurut pengamatan kami, lebih banyak umat tidak setuju atau kontra terhadap pertemuan itu ketimbang mendukung atau pro.” Bahkan menurutnya ada sejumlah WAG secara sepihak tanpa peringatan mendelet para anggota WAG  karena mengkritisi atau kontra terhadap pertemuan GNPF-MUI dan Jokowi.

“Satu WAG dimaksud  bahkan melabeling dirinya sebagai WAG ‘perubahan’.”

Kemudian Muchtar menyebut munculnya tanggapan dan penegasan sikap politik Presedium Alumni 212 yang berbeda. Tanggapan ini muncul di Yogyakarta setelah M. Amien Rais selaku Penasehat  memanggil Ketua Presedium Alumni 212 untuk datang ke Yogyakarta saat hari pertemuan FNPF-MUI dan Jokowi.

“Hal yg berbeda adalah pertemuan dengan Jokowi harus di tempat netral, bukan di Istana Negara.” Muncul pula tanggapan dan penegasan sikap politik Ketua Umum PP Parmusi, Usama Hisyam, yang berbeda.

Usama Hisyam, salah seorang Tokoh Nasional terlibat aksi bela Islam, bahkan selalu memobilisir kader Parmusi untuk aksi kawal pengadilan Jakut penista Agama Islam, Ahok. Setiap sidang Usama selalu memobilisir kader Parmusi. “Hal yg berbeda adalah pertemuan dengan Jokowi harus ditempat netral, bukan di Istana negara.”

Terakhir menurutnya adalah munculnya tanggapan dan pernyataan sikap  Habib Rizieq Syihab (HBS). Salah satu poin tanggapan ini yakni meminta stop perdebatan di medsos soal pertemuan GNPF-Jokowi. “Terkesan permintaan ini membatasi kebebasan suara kritis dan perdebatan pemikiran. Tentu saja dari sisi penegakan prinsip demokrasi, permintaan ini menjadi kontroversial.” | RI/jkst