JAKARTASATU – Mahkamah Konstitusi (MK) diharapkan dapat bekerja secara professional dalam menindaklanjuti adauan atau uji materi yang akan dilakukan oleh tokoh yang keberatan dengan keputusan UU Pemilu oleh DPR RI beberapa waktu lalu. “MK pun diharapkan agar memutus segera permohonan ini sebelum bulan Oktober 2017, ketika tahapan Pemilu 2019 telah dimulai.

“Kalau MK terlambat atau sengaja melambat-lambatkannya, maka meskipun andainya permohonan ini dikabulkan nantinya, maka putusan itu belum tentu dapat dilaksanakan untuk Pemilu 2019. Akhirnya, putusan itu akan sama dengan putusan MK tentang pemilu serentak, putusan diambil tahun 2014, namun Ketua MK ketika itu, Hamdan Zulva, membacakan putusan dengan mengatakan pemilu serentak baru dilaksakan tahun 2019,” jelas Yusril Ihza Mahendra, Minggu (23/07/2017).

Sementara itu, lanjut Yusril, aturan pemilu tidak serentak itu sudah dinyatakan bertentangan dengan UUD 45 oleh MK sebelum pelaksanan Pemilu 2014.

“Ini adalah sebuah anomali dan keanehan putusan MK yang tidak usah diulang lagi.” ujarnya.

Yusril pun mengatakan uji materi ini adalah perlawanan terakhir terhadap presidential threshold ke MK yang dapat ditempuh. Tidak ada jalan lain lagi di luar hukum dan konstitusi yang dapat dilakukan setelah fraksi-fraksi yang menentang presidential threshold kalah suara di DPR.

“Karena itu, saya sangatlah berharap MK akan bersikap benar-benar obyektif dan akademik menangani perkara yang sarat dengan kepntingan politik yang sangat besar ini.”tutupnya. | RI/JKST