JAKARTASATU– Adanya banyak rencana untuk memaksimalkan infrastruktur yang ada di Indonesia di rezim Joko Widodo dianggap tidak terlihat hasilnya. Mantan Anggota DPR RI pun meminta rencana-renacana itu segera disetop.
Menurutnya, selain tidak terlihat rillnya, juga nampak tidak adanya kontrol untuk mengimplementasikannya. Sehingga menurut mantan Anggota DPR tersebut tidak akan ada manfaat jika dilanjutkan.
“Infrastruktur dananya itu didapat dari Cina. Sebab dari Barat tidak dapat. Dan ini masuk ke dalam politik pembangunan.
Ini harus segera dihentikan. Sebab tidak ada kontrolnya. Dan juga tidak ada manfaatnya untuk kita,” sampai Djoko Edhi Abdurrahman, Senin (21/08/2017), di Jakarta.
Namun, nampaknya untuk menutupi “kekurangan” dana tersebut pemerintah lantas mencari dana lainnya, yakni misalkan melalui program pengampunan pajak. Hal diambil menurutnya untuk mengantisipasi defisit.
“Takut defisit maka muncullah Tax Amnesty (TAY. Ini ide ketiga dari Luhut. Kekurangan atas defisit itu sekitar 166 triliun. Namun kan di awal sempat gagal. Akhirnya berutang kembali,” tambahnya.
Kemudian masuknya Sri Mulyani untuk coba mengatasinya. Tetapi antara rezim ini dengan rezim lalu menurutnya justru tidak sinkron. Sehingga muncullah “peringatan”.
“Lalu masuklah Sri Mulyani. Ini orang sebetulnya benar. Namun, antara rezim lama dan sekarang justru membuat bentrok. Akhirnya didapat indikator lampu kuning-lampu merah,” tutupnya. RI