Rohingya migrants sit on a boat drifting in Thai waters off the southern island of Koh Lipe in the Andaman sea on May 14, 2015. The boat crammed with scores of Rohingya migrants -- including many young children -- was found drifting in Thai waters on May 14, according to an AFP reporter at the scene, with passengers saying several people had died over the last few days. AFP PHOTO / Christophe ARCHAMBAULT (Photo credit should read CHRISTOPHE ARCHAMBAULT/AFP/Getty Images)

JAKARTASATU– Presidium Alumni 212 menilai bahwa yang tengah terjadi di Myanmar atas etnis muslim Rohingya adalah upaya genosida. Melihat kenyataan tersebut, Presidium pun mengambil sikap, di antaranya mengutuk keras perlakuan biadab pemerintah Myanmar terhadap etnis muslim Rohingnya.

“Meminta kepada persatuan negara-negara Asia tenggara untuk melakukan tindakan tegas dan memberikan sanksi berat kepada pemerintah Myanmar,” demikian siaran pers yang diterima jakartasatu.com, Senin (4/09/2017).

Presidium juga meminta komisi Ham PBB  untuk mengeluarkan resolusinya,terkait pelanggaram Ham berat yang dilakukan oleh pemerintahan Aung San Suu Kyi. “Menuntut kepada PBB untuk melakukan embargo kepada rezim  Aung San Suu Kyi. Meminta kepada komisi nobel perdamaian PBB untuk mencabut  hadiah nobel  yang diterima oleh Aung San Suu Kyi  pada tahun 2012.”

Presidium yang diketuai oleh ustadz Slamet Ma’arif  ini juga meminta kepada pemerintahan Jokowi,untuk mengusir duta besar Myanmar dari Indonesia dan menutup kedutaanya. “Menghimbau kepada seluruh komponen masyarakat khususnya umat Islam untuk melakukan aksi penggalangan dana untuk membantu umat Islam Rohingnya. Meminta umat Islam untuk mendukung aksi turun ke jalan mengusir duta besar Myanmar dari Indonesia.”

Terakhir, Alumni 212 menolak dengan tegas  pernyataan forum Budha Indonesia yang menyatakan bahwa krisis Rohingnya tersebut tidak ada kaitanya dengan agama dan etnis tertentu. RI