Foto : Istimewa

JAKARTASATU– “Perang” antara Wakil Ketua DPR DRI dengan mantan Ketua MK, Mahfud MD berlanjut. Kali ini, Mahfud Md diceramahi oleh Fahri Hamzah, tentu masih soal dasar hukum Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

berikut kicauan Fahri untuk Mahfud MD: Ijinkan saya melanjutkan sedikit keterangan bagi Prof @mohmahfudmd soal konsekwensi dari keputusan MK sendiri yang dibacanya. Silahkan Google tanggal 24/2/2011 Prof @mohmahfudmd membaca keputusan MK tentang pembatalan UU ITE 11/2008 pasal 31 ayat 4.

Soal kenapa JR dilakukan telah saya sampaikan sebelumnya. Intinya adalah invasi ke wilayah pribadi melawan HAM. Prof @mohmahfudmd kurang menyadari akibat hukum keputusan MK yang beliau baca sendiri. Saya jelaskan sekarang.

JR itu dilakukan akibat Pemerintah @SBYudhoyono mau menerbitkan PP soal penyadapan. Tanya @tifsembiring yang saat itu menterinya. Maka publik terutama lawyer sangat khawatir dengan kemungkinan Pemerintah membuat ketentuan yang melawan HAM.

Pasal 31 ayat 4 UU ITE No. 11/2008 memungkinkan pengaturan itu dibuat dengan PP. Akhirnya pasal itu dilawan. Terjadilah Judicial Review dan dimenangkan oleh para pemohon dengan alasan yang telah disebutkan. Ini adalah link (silahkan browsing) naskah asli keputusan MK Nomor 5/PUU-VIII/2010 yang dibaca oleh Prof @mohmahfudmd. Saya ambil dari situs resmi BPHN tercetak 74 halaman: halaman terakhir tercetak nama para hakim MK.

Sekarang pertanyaannya adalah: kalau PP saja dilarang menjadi dasar penyadapan kenapa KPK ngotot memakai SOP? Dan SOP yang dimaksud oleh KPK tidak pernah ada yang melihat Prof @mohmahfudmd sehingga saya juga menganggap tidak ada.

Sudah SOP penyadapan tidak ada, KPK justru fokus pada penyadapan sebagai cara pamungkas .padahal ilegal. Lama-lama, KPK mengembangkan norma baru yang tidak pernah ada dalam seluruh UU yang ada. Itulah yang disebut #OTTKPK. Dengan dasar penyadapan dan pengintaian yang sama sekali tidak punya dasar justru KPK membuat hukum baru yang asing.

Dengan dasar penyadapan dan pengintaian yang sama sekali tidak punya dasar justru KPK membuat hukum baru yang asing. OTT singkatan dari Operasi Tangkap Tangan tidak ada dalam UU apapun termasuk KUHAP dan UU KPK. Kata Operasi tidak ada, kata Tangkap Tangan tidak ada karena yang ada adalah “tertangkap tangan” (KUHAP PASAL 1 butir 19). Jadi apa dasar OTT yang selama belasan tahun bikin heboh Indonesia? TIDAK ADA!” Cuitan ini ia tulis hari Jum’at, 22 September 2017.  RI