Susah dibantah kalau selama ini suasana kerja dilingkungan anak anak perusahaan holding perkebunan PTPN III , mulai dari PTPN 1 sampai PTPN XXIV akhir akhir ini semakin tak menentu, banyak karyawan frustasi atas kebijakan direksi yang banyak didominasi oleh orang-orang dari perbankan , tetapi tidak memahami budaya kerja kebun dan budaya tanaman, khususnya hampir semua pucuk pimpinannya berasal dari BNI , contohnya Dirut Holding Dasuki Amsir dan Dirut PTPN IV Siwi Peni , hampir semua anak anak perusahaan pasti ada salah satu direksi berasal dari BNI, semua ini diawali oleh pengangkatan Elia Masa Manik ditahun 2016.
Anehnya lagi , semua nama nama tersebut diatas itu bisa naik kepuncak jabatannya ditenggarai tidak melalui proses yang benar seperti diantur oleh Peraturan Menteri BUMN nomor 03/MBU/2/2015 tentang cara pengangkatan dan pemberhentian anggota direksi dan komisaris BUMN.
Mengingat tugas Deputy BUMN bidang Agro dan Farmasi Wahyu Kuncoro adalah memantau kinerja holding Perkebunan setiap saat dan anak anak perusahaannya, adapun proses diawali persetujuan RKAP (Rencana Kerja Anggaran Perusahaan ) , kemudian dievaluasi semua RKO ( rencana kerja operasi ) apakah sudah sesuai target yang tercatat dalam RKAP.
Maka atas dasar itulah rekam jejak masing masing direksi dicatat dan dievaluasi untuk kepentingan promosi jabatan atau pencabutan jabatan untuk digantikan oleh figur yang lebih pantas dan punya kemampuan memberikan motivasi kepada karyawan untuk berprestasi.
Begitu juga dengan tugas dan tanggung jawab diemban Komisaris Utama Holding Perkebunan Joefly Bahruni dalam mengendalikan kerja direksi harus sesuai RKAP sebagai pedoman apakah kinerja perusahaan semakin baik atau semakin buruk. Selain itu , menjadi tugas dan tanggung jawab dewan komisaris juga dalam menyeleksi dan memilih figur yang memenuhi syarat untuk menduduki jabatan direksi dan diusulkan kepada Menteri BUMN melalui Deputy Menteri bidang usaha Agro dan Farmasi untuk dilakukan “fit and proper test” agar diperoleh figur yang mumpuni bisa memperbaiki dan meningkatkan kinerja perusahaan.
Celakanya Wahyu Kuncoro dan Joefly Bahruni yang awalnya bisa diharapkan bisa membawa holding perkebunan ini semakin baik , ternyata kedua orang tersebut merangkap jabatan yang secara nyata dan sah serta meyakinkan bisa menimbulkan ” konflik kepentingan ” dengan jabatannya di Kementerian BUMN dan Holding Perkebunan , hal itu merupakan pelanggaran berat terhadap Peraturan Menteri BUMN diatas .
Adapun Wahyu Kuncoro merangkap sebagai Wakil Komisaris Utama BNI dan Joefly Bahruni sebagai Direktur SDM PT London Sumatera Tbk ( PT Lonsum ).
Terlepas adanya hubungan istimewa antara Meneg BUMN dengan Direktur Utama BNI , tetapi kewenangan yang ada pada Deputy Menteri BUMN dan Komisaris utama Holding perkebunan patut diduga berkolobirasi dalam menempatkan orang berasal dari BNI mulai dari holding dan hampir disemua anak anak perusahaan holding ternyata berakibat buruk bagi kinerja perusahaan.
Akibatnya sekarang dikebun kebun kinerja perusahaan semakin buruk , keburukan itu dimulai dari proses tanam ulang , perawatan tanaman , perawatan infrastruktur kebun untuk memudahkan angkut buah panen , dan pemanenan buah serta proses angkut buah ke pabrik saat ini sering menjadi masalah akibat pemotongan biaya hampir semua item secara tidak perlu dan berakibat patal bagi kinerja perusahaan , susah dibantah bahwa potensi kerugian holding perkebunan untuk kinerja tahun 2017 ini diprediksi bisa mencapai Rp 2 triliun dari tahun sebelumnya mendekati Rp 1.4 triliun , ini tentu disumbang akibat kebijakan direksi terhadap pemupukan tanaman hanya dilakukan hanya sekali setahun dari yang seharusnya dua kali setahun sesuai RKAP yang sudah disetujui juga oleh Kementerian BUMN dan RUPS ,ternyata kebijakan itu dilakukan ditahun 2016 dan tahun 2017.
Karena kasus rangkap jabatan oleh petinggi di BUMN ini telah memberikan contoh buruk oleh pemimpin kepada karyawannya, saat ini sudah mewabah krisis kepercayaan kepada direksi , apalagi terhadap komisaris utama .
Oleh karena banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh Deputy Meneg BUMN dan Komut Holding Perkebunan , termasuk pelanggaran terhadap RKAP , Permen BUMN nomor 03/MBU/2/2015 dan berakibat kerugian Holding Perkebunan sudah nyata meningkat setiap tahunnya , sehingga semua pelanggaran itu sudah memenuhi syarat pasal 2 dan 3 UU nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi .
Maka kepada mereka ini cepat atau lambat akan berurusan dengan penegak hukum seperti “gosokan strika”, toh Wahyu Kuncoro sudah juga menikmati modar mandir ke KPK sebagai saksi kasus korupsi PT Garam.
Pematang Siantar 11 Oktober 2017
Marah Salim Harahap
sumber: prs